Rabu, 15 Juli 2009

Pandemi Virus A-H1N1

Pandemi Virus A-H1N1
Oleh Adam Badwi
(Sumber:Kompas.com)

Pandemi influenza A-H1N1 semakin tak terbendung. Organisasi Kesehatan Dunia, WHO, Senin (13/7), mencatat saat ini terdapat 94.512 kasus positif influenza A-H1N1 di sejumlah negara dan 429 penderita di antaranya meninggal.

Di Indonesia, kasus positif influenza A-H1N1 juga terus melonjak dengan 60 kasus baru dalam tiga hari terakhir sehingga seluruhnya mencapai 112 kasus positif. Lonjakan paling tinggi terjadi Selasa kemarin dengan 26 kasus, terdiri atas 11 laki-laki dan 15 perempuan. Dua pasien suspect influenza A-H1N1 juga meninggal, yaitu di Padang, Sumatera Barat, dan Denpasar, Bali, tetapi pemerintah belum bisa memastikan penyebab kematiannya.

Kasus-kasus kematian yang baru muncul akibat influenza A-H1N1 di Inggris, Thailand, dan Filipina semakin meningkatkan kekhawatiran akan penyebaran virus influenza itu. Bahkan, Arab Saudi dilaporkan telah menutup sekolah internasional setelah ada 20 siswa yang terinfeksi virus A-H1N1.

Direktur Penelitian Vaksin di WHO Marie-Paul Kieny menegaskan, vaksin influenza A-H1N1 kemungkinan akan tersedia mulai September mendatang.

Tambahan anggaran

Untuk mengantisipasi penyebaran influenza A-H1N1, Pemerintah Thailand menyetujui tambahan anggaran 25 juta dollar AS untuk produksi vaksin dan obat-obatan antikuman virus. Tindakan serupa telah dilakukan Pemerintah AS.
Ketersediaan vaksin ini menjadi prioritas utama Pemerintah Thailand karena jumlah korban yang meninggal kian bertambah. Pada hari Selasa saja ada tiga penderita yang meninggal. Total jumlah korban meninggal sudah mencapai 24 orang. Sementara secara keseluruhan jumlah kasus positif influenza A-H1N1 di Thailand mencapai 4.057 kasus.
Untuk menekan penyebaran, 435 sekolah di ibu kota Bangkok ditutup selama lima hari. ”Kami akan mensterilkan sekolah- sekolah itu mulai hari Rabu,” kata Sekretaris Jenderal Pemerintah Kota Metropolitan Bangkok Ponksak Semsan.
Mengantisipasi penyebaran virus influenza A-H1N1, Pemerintah Australia juga berharap dapat melakukan imunisasi terhadap semua penduduknya mulai Oktober mendatang. Sampai saat ini jumlah kasus positif influenza di Australia hampir mencapai 10.000 orang dengan 19 penderita meninggal.
Jim Bishop dari Departemen Kesehatan Federal Australia berharap pemerintah bisa segera memulai imunisasi itu. Bishop memperkirakan 21 juta dosis vaksin akan cukup untuk setiap penduduk di Australia. Meskipun belum memiliki vaksin, Australia telah meminta perusahaan farmasi CSL untuk membuat vaksin dengan uji coba terlebih dahulu.

Masih lemah

Di Indonesia, antisipasi dan sikap pemerintah terhadap pandemi influenza masih lemah. Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari meminta masyarakat menjaga diri.
”Kita jangan panik. Yang perlu dilakukan adalah meningkatkan surveilans dan kapasitas rumah sakit. Rumah sakit swasta kalau perlu juga dilibatkan. Kalau sakit pakai masker dan jangan pergi ke mana-mana,” kata Menkes.
Menanggapi lonjakan kasus di Indonesia, Menkes mengatakan, kasus di Indonesia adalah bawaan dari luar negeri, yaitu ada yang dibawa oleh wisatawan mancanegara atau penduduk Indonesia yang bepergian dan tertular virus A-H1N1 di luar negeri.
Menurut Menkes, dibandingkan dengan Singapura yang penduduknya sedikit tetapi penderita influenza A-H1N1 ada 1.000 orang, jumlah kasus di Indonesia belum seberapa.
”Malaysia yang jumlah penduduknya sepersepuluh Indonesia saja kasusnya 772 orang, sedangkan Indonesia 112 orang. Meskipun begitu, kita tetap waspada,” kata Menkes.

Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tjandra Yoga Aditama menyatakan, untuk mencegah penyebaran virus A-H1N1, berbagai upaya kesiapsiagaan tetap dijalankan, yaitu penanggulangan di kantor kesehatan pelabuhan dan menyiapkan 100 rumah sakit rujukan.
Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Faisal Yunus menilai, lonjakan jumlah kasus influenza A-H1N1 karena pengawasan di pintu-pintu masuk pelabuhan dan bandara internasional masih lemah.

Di sejumlah negara, seperti Jepang dan China, pengawasan masuknya virus itu ke negara tersebut sudah dilakukan sejak penumpang masih di dalam pesawat.
Faisal menilai, Indonesia tidak siap menghadapi pandemi influenza. ”Bila jumlah kasus terus meningkat, ruang isolasi yang ada di rumah sakit tidak akan bisa menampung semua pasien,” ujarnya menegaskan.

Senin, 29 Juni 2009

Panduan PBL II

PANDUAN
PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN (PBL) II
Oleh : Adam Badwi

PENGELOLA LABORATORIUM KOMUNITAS
FKM UVRI MAKASSAR

Pelindung/Penasehat : Dekan FKM UVRI Makassar
Penanggung jawab : Pembantu Dekan IV FKM UVRI Makassar
Kepala/Koordinator : Andi Asri, SKM
Sekretaris : Adam Badwi, SKM, MM
Tim Teknis : Suwardi,ST, M.Kes

Panduan Proses
PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN (PBL) II
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS VETERAN REPUBLIK INDONESIA

A. Pendahuluan

Pengalaman belajar lapangan (PBL) II merupakan kelanjutan dari PBL I dimana penekanan utamanya pada faktor kemandirian masyarakat dalam rangka menelaah masalah kesehatannya sendiri, dan mencari solusinya. Sehingga dengan demikian PBL II ini titik beratnya pada commmunity development.
Hanya saja dari evaluasi PBL I ternyata kelemahan dasar adalah pada potensi utama mahasiswa non tugas belajar, dimana tidak memiliki kompetensi kesehatan masyarakat yang memadai. Meskipun telah dibekali teori-teori, tetapi dengan munculnya “gagap aksi”—atau masih kaku dan ragu serta takut salah mempraktekkan pengetahuannya, maka laboratorium komunitas menempuh suatu cara untuk memberikan frame kompetensi kesehatan masyarakat praktis untuk diterjemahkan, dan dikelola di lapangan.
Tugas utama mahasiswa dalam kegiatan PBL II adalah meramu seluruh persoalan yang ada berdasarkan bahan-bahan yang diperoleh pada kegiatan-kegiatan:
o Persoalan yang ada dan belum ditangani dengan baik pada PBL I
o Persoalan yang muncul setelah rapid assesment.
Output yang diharapkan dengan kegiatan PBL II ini adalah terwujudnya desa/kelurahan sehat dan mandiri, sehingga dapat memiliki kesiapan dalam menghadapi berbagai masalah kesehatan masyarakat.

B. Tema Kegiatan PBL II

Tema kegiatan PBL II tahun ajaran 2008/2009adalah “MEWUJUDKAN DESA/KELURAHAN SEHAT MANDIRI”:

C. Tujuan PBL II
Tujuan Umum
Mewujudkan desa/kelurahan Sehat Mandiri
Tujuan Khusus
1. Identifikasi masalah yang dihadapi masyarakat dalam mewujudkan desa/kelurahan sehat mandiri.
2. Penentuan prioritas masalah yang dihadapi masyarakat dalam mewujudkan desa/kelurahan sehat mandiri.
3. Merumuskan rencana intervensi masalah yang dihadapi masyarakat dalam mewujudkan desa/kelurahan sehat mandiri.
4. Intervensi masalah kesehatan masyarakat yang menjadi prioritas dan sosialisasi ketersediaan perangkat desa/kelurahan dalam mewujudkan desa/kelurahan sehat mandiri
5. Evaluasi kinerja program yang telah dilaksanakan, dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat
6. Alternatif perbaikan program dalam rangka pengembangan kedepan, dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat.

D. Strategi Proses Pembelajaran
1. Kegiatan Perkuliahan yang dilaksanakan sebanyak 14 SAP (Satuan Acara Perkuliahan) dengan durasi 14 x 90 menit (total 21 jam)
2. Kegiatan Pembekalan yang dilaksanakan sebanyak 2 materi dengan durasi per materi 90 menit (total 3 jam)
3. Kegiatan pembimbingan lapangan yang dilaksanakan secara intensif sebanyak 14 hari x 90 menit (atau durasi minimal 21 jam).
4. Kegiatan supervisi lapangan yang dilaksanakan sebanyak 3 kali dengan durasi 3 x 90 menit (atau durasi minimal 4,5 jam).
5. Kegiatan belajar mandiri mahasiswa sebanyak 14 hari full time di lapangan (masyarakat).

E. Kegiatan Pembimbingan Lapangan
Kegiatan pembimbingan lapangan dilakukan oleh pembimbing lapangan dan pembimbing institusi yang berasal dari dosen tetap FKM UVRI dengan aspek pembimbingan sebagai berikut:
1. Bertanggung jawab pada tim pengelola terhadap pelaksanaan kegiatan PBL oleh mahasiswa
2. Melaksanakan kegiatan kerja PBL yang telah ditetapkan
3. Bertanggung jawab terhadap semua aktifitas mahasiswa PBL selama di lapangan
4. Membimbing/mengarahkan mahasiswa PBL dalam pelaksanaan kegiatan kerja PBL yang telah ditetapkan
5. Mengintegrasikan kegiatan PBL di lapangan dengan kegiatan pemerintah
6. Memantau semua kegiatan pelaksana PBL oleh mahasiswa di lapangan
7. Memberi catatan khusus terhadap mahasiswa yang tidak mentaati kegiatan PBL di lapangan
8. Mengambil keputusan bila terjadi hal-hal yang diinginkan selama di lapangan setelah dimusyawarahkan antara di antara pembimbing lapangan yang diketahui oleh supervisi
9. Memberi petunjuk tentang pelaksanaan kegaiatan PBL di lapangan

F. Kegiatan Supervisi Lapangan
Kegiatan supervisi dilakukan oleh Unsur pimpinan fakultas (Dekan, PD I, PD II, PD III, dan PD IV) serta Kepala/Koordinator Laboratorium Komunitas.
Adapun aspek supervisi sebagai berikut:
1 Memantau kegiatan pembimbing lapangan terhadap pelaksanaan PBL oleh mahasiswa
2 Memantau pelaksanaan kegiatan PBL oleh mahasiswa di lapangan
3 Memberi petunjuk/pengarahan tentang kegiatan PBL apabila diperlukan
4. Membuat laporan supervisi
G. Kegiatan belajar Mandiri Mahasiswa
Adapun kegiatan belajar mandiri mahasiswa meliputi sebagai berikut:
1. Mampu berdisiplin dalam orientasi dan kegiatan lapangan
2. Mampu bertanggung jawab dalam pelaksanaan program
3. Mampu bekerjasama dalam tim lapangan
4. Mampu berinisiatif dan dapat memberikan ide atau cara yang terbaik dalam melaksanakan suatu kegiatan
5. Mampu menjaga Kondite atau aturan tata tertib UVRI dan etika yang berlaku di masyarakat
6. Memiliki sifat-sifat kepemimpinan yang baik dalam pengeorganisasian masyarakat
7. Memiliki kebiasaan mengelola kegiatan harian secara terencana dan terukur
8. Memilki kemampuan dalam mempresentasekan program yang telah dilaksanakan kepada masyarakat
9. Memiliki kemampuan dalam merumuskan laporan kegiatan berdasarkan sistematika yang baku.

H. Alur Kegiatan Lapangan
Pemberangkatan dan Penerimaan
1. Pemberangkatan mahasiswa PBL dikoordinir oleh Korkab, Korcam dan Kordes (Sesuai otoritas masing-masing)
2. Pembimbing institusi/lapangan bertugas mendampingi mahasiswa hingga ke lokasi dan diterima oleh pemerintah setempat
3. Penyusunan POA (Plan of Action), Time Schedule, dan RAB (Rincian Alokasi Biaya) program
Penyusunan POA meliputi jenis kegiatan, tujuan kegiatan, sasaran kegiatan, metode kegiatan, waktu kegiatan, estimasi biaya, indikator keberhasilan, output kegiatan, penanggung jawab kegiatan
Penyusunan time schedule meliputi rincian alokasi waktu kegiatan selama 14 hari di lapangan (masyarakat)
Penyusunan RAB merupakan estimasi besaran biaya kegiatan yang dapat disediakan oleh tim selama di lapangan (masyarakat).

Rapid Assesment
1 Rapid assesment dilakukan dalam rangka mengumpulkan data dan informasi tentang masalah kesehatan masyarakat yang dihadapi masyarakat desa/kelurahan.
2 Metode assesment dilakukan dengan dua cara, yaitu indepth interview dan diskusi kelompok terfokus.
3 Indepth interview dilakukan dengan teknik sebagai berikut:
a. Pengambilan sample dilakukan secara berkelompok (cluster sampling).
b. Yang dimaksud dengan cluster adalah struktur administrasi pemerintahan di bawah struktur desa, yaitu dusun/lingkungan/RW.
c. Setiap cluster dipilih sebesar 15 KK (Kepala Keluarga) secara purvosif (atau dengan menggunakan kriteria tertentu).
i. Penentuan kriteria dilakukan berdasarkan pertimbangan terdekat dari sarana pelayanan kesehatan (kurang dari 1 kilometer), jauh dari pelayanan kesehatan (di atas 1 kilometer dan kurang dari 5 kilometer) dan sangat jauh dari sarana pelayanan kesehatan (di atas 5 kilometer).
ii. Jumlah sample yang dipilih setiap kriteria adalah 5 kepala keluarga.
iii. Total sample adalah hasil perkalian dari jumlah cluster x 15 kk.
iv. Setelah sample assesment telah ditetapkan, maka selanjutnya dilakukan investigasi dengan menggunakan instrumen indepth interview (Quesioner).
v. Adapun pokok-pokok isi quesioner meliputi identitas responden, data keluarga (minimal meliputi tingkat pendidikan dan pendapatan), data sarana air minum dan sanitasi, data status kesehatan).
vi. Dalam pelaksanaan interview tetap mengacu pada etika yang berlaku pada masyarakat, berpakaian sopan, tidak menyinggung perasaan, dan menjalin hubungan emosional yang baik.
4. Diskusi kelompok terfokus dilakukan dengan teknik sebagai berikut:
a. Diskusi kelompok terfokus dilakukan dengan cara mengundang tokoh-tokoh masyarakat lokal secara informal untuk memberikan informasi serta pandangannya terhadap masalah kesehatan masyarakat.
b. Pelaksanaan diskusi terfokus sebaiknya dilakukan pada setiap dusun/lingkungan/RW dengan jumlah maksimal peserta 8 – 10 orang yang mewakili tokoh agama, tokoh adat, tokoh informal, tokoh perempuan, tokoh pemuda, guru/pendidik, petugas kesehatan, dan aparat pemerintah lokal, serta wakil organisasi setempat.
c. Dalam pelaksanaan diskusi kelompok terfokus dipandu oleh fasilitator dari mahasiswa yang bertugas mengarahkan jalannya diskusi dengan tema “ Potensi Masyarakat dalam Pengembangan Desa/Kelurahan Sehat Mandiri”.
d. Selama proses diskusi kelompok terfokus seorang mahasiswa harus bertugas sebagai notulen yang bertugas mencatat seluruh tanggapan masyarakat.
e. Selain itu, proses diskusi kelompok terfokus harus diabadikan melalui kamera sebagai bahan dokumen laporan.
f. Durasi diskusi kelompok terfokus maksimal 90 menit.

Pengolahan dan Analisis Hasil Assesment
1 Sebelum melakukan pengolahan data dan informasi perlu dilakukan pengkodingan atau penertiban data dan informasi.
2 Seluruh quesioner yang diperoleh dari indepth interview harus direcek kebenarannya dari pengumpul data sebelum diinput, begitu pula dengan hasil notulen harus recek dari mahasiswa pencatat sebelum dianalisis.
3 Data yang diperoleh melalui indepth interview harus ditabulasi melalui distribusi frekwensi (disajikan dalam bentuk tabel).
4 Informasi yang diperoleh melalui diskusi kelompok terfokus ditampilkan secara deskriptif
5 Analisis hasil assesment adalah mengacu pada konsep idealiastis dan kemudian dikonfrontir dengan fakta yang diperoleh dalam bentuk data dan informasi.
6 Selanjutnya dirumuskanlah inventarisir masalah berdasarkan hasil assesment.

Penentuan Prioritas Masalah
1 Penentuan prioritas masalah dilakukan dalam rangka memilih item masalah pada hasil inventarisir masalah untuk diintervensi dalam waktu 14 hari selama di lokasi (masyarakat).
2. Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam merumuskan prioritas masalah adalah dengan membuat matriks prioritas masalah yang meliputi komponen sebagai berikut: berat dan ringannya masalah; luasnya masalah; pertimbangan politik; persepsi masyarakat; serta bisa tidaknya dilakukan selama di lokasi.
3. Kesemua komponen tersebut harus diberikan scoring yang mengacu pada hasil assesment dengan nilai scoring adalah mulai dari 1, 2, 3, 4, dan 5.
4. Penentuan scoring terendah dan tertinggi berdasarkan kesimpulan tim.
5. Selanjutnya buatlah rencana intervensi berdasarkan urutan prioritas tertinggi kemudian pada urutan di bawahnya, dan sesuaikan dengan waktu yang tersedia dalam menyelesaikan program intervensi.


Seminar Awal
1. Seminar awal dilakukan setelah dilakukan identifikasi masalah, penentuan prioritas masalah, dan rencana intervensi.
2. Seminar menghadirkan seluruh komponen masyarakat seperti pemerintah lokal, tokoh masyarakat dan pemilik kepentingan lainnnya.
3. Kegiatan seminar dilkaukan untuk memperoleh respon yang terkait dengan hasil identikasi masalah, penentuan prioritas masalah, dan rencana intervensi.
4. Respon yang diterima dalam kegiatan seminar diharapkan dapat memperkuat, melengkapi, serta mendukung program intervensi yang akan dilakukan.

Intervensi Program
1 Program intervensi dilaksanakan mengacu pada rencana intervensi yang telah disusun sebelumnya, serta mempertimbangka pada masukan-masukan pada pelaksanaan seminar awal
2 Secara garis besar program intervensi meliputi dua hal sebagai berikut: program fisik dan non fisik.
3 Program non fisik adalah suatu program yang bertujuan untuk memberikan atau merubah tatanan pengetahuan, persepsi, sikap dan perilaku masyarakat.
4 Model program biasanya dilakukan dalam bentuk penyuluhan masyarakat, konseling keluarga, diskusi komunitas, advokasi dan sebagainya.
5 Model program fisik biasanya dilakukan dalam bentuk perbaikan lingkungan dengan pengadaan sarana sanitasi, pemeriksaan bakteriologis sumber air minum, pemberian makanan tambahan, pemyediaan base-line data kesehatan desa/kelurahan, perumusan sistem kesehatan desa/kelurahan dan sebagainya.



Monitoring dan Evaluasi Program
1 Monitoring dilakukan sejak mahasiswa berada di lokasi hingga penarikan.
2 Monitoring dilakukan untuk memantau kesesuaian rencana aksi dengan kenyataan sesungguhnya, sehingga masalah dapat dikendalikan secara cepat.
3 Evaluasi dilakukan setelah program intervensi dilakukan, atau dilakukan sebelum pelaksanaan seminar akhir (hasil program).
4 Evaluasi bertujuan untuk memantau kinerja program berdasarkan input, proses dan output.
5 Hasil evaluasi dapat dijadikan pedoman pengembangan program pada PBL selanjutnya.

Seminar Hasil
1 Seminar hasil dilakukan setelah dilakukan intervensi program dan evaluasi program.
2 Seminar menghadirkan seluruh komponen masyarakat seperti pemerintah lokal, tokoh masyarakat dan pemilik kepentingan lainnnya.
3 Kegiatan seminar dilkaukan untuk memperoleh respon yang terkait dengan . intervensi program dan evaluasi program.
4 Respon yang diterima dalam kegiatan seminar diharapkan dapat memperkuat, melengkapi, serta mendukung hasil program intervensi, dan sekaligus masukan untuk pengembangan program PBL selanjutnya.

Penyusunan Laporan Kegiatan
1. Penyusunan laporan kegiatan dipersiapkan sejak mahasiswa berada di lokasi, sehingga nantinya tidak kesulitan memperoleh bahan-bahan setelah penarikan.
2. Laporan dibuat sebanyak 5 rangkap untuk kepentingan sebagai berikut: Kantor Kesatuan Bangsa Kab/Kota; Dinas Kesehatan Kab/Kota; Desa/Kelurahan; Laboratorium Komunitas; dan perpustakaan FKM UVRI.

Penarikan
1 Penarikan dilakukan setelah dilaksana seminar hasil program
2 Kegiatan penarikan akan dihadiri oleh unsur pimpinan FKM UVRI Makassar dan pembimbing lapangan.


LAPORAN AKHIR DESA/KELURAHAN

1. Laporan akhir desa/kelurahan dibuat secara bersama-sama oleh koordinator desa/kelurahan dengan seluruh anggota sedesanya
2. Laporan akhir desa/kelurahan dibuat sebanyak 4 (empat) rangkap dengan sampul warna kuning.
3. Laporan akhir desa/kelurahan yang telah diserahkan harus telah diketahui oleh Kepala Desa/Kelurahan
4. Laporan Desa/Kelurahan disahkan oleh pembimbing lapangan pada seminar akhir setelah penarikan diri dari lokasi
5. Format dan sistematika laporan akhir kegiatan Desa/Kelurahan adalah sebagai berikut:
Halaman depan (lampiran 1)
Lembaran pengesahan(lampiran 2)
BAB I Pendahuluan
1. Latar Belakang
2. Rumusan Masalah
3. Maksud dan Tujuan PBL
BAB II Gambaran Umum Lokasi
a. Keadaan Geografi dan Demografi
b. Derajat Kesehatan Masyarakat
c. Faktor Sosial Budaya
BAB III Hasil dan Pembahasan Pelaksanaan Kegiatan
1.. Hasil Program Intervensi
2. Indikator Keberhasilan Program Intervensi
3. Pembahasan Pelaksanaan Kegiatan
BAB IV Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
2. Saran-saran

Daftar Pustaka
Lampiran-lampiran
6. Laporan akhir kegiatan desa/kelurahan dilampiri dengan sebagai berikut:
a. Nama Peserta PBL disertai dengan tanda tangan
b. Struktur pemerintahan desa/kelurahan
c. Peta desa/kelurahan
d. Program kerja
e. Foto-foto kegiatan disertai keterangan
f. Lain-lain yang dianggap perlu

Kamis, 25 Juni 2009

Hari Kamis 25062009

Hari Kamis 25062009
Sebuah Refleksi

Hari ini hari kamis, besok hari jumat, kemarin hari rabu.
Saya, dalam kondisi yang cukup stagnan, tak mampu berbuat apa-apa.
Ya hanya begini saja.
Besok semoga, ada yang baru...
Dalam kehidupanku....

Selasa, 16 Juni 2009

PERATURAN GUBERNUR SULAWESI SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN GRATIS

PERATURAN GUBERNUR SULAWESI SELATAN
NOMOR 13 TAHUN 2008
TENTANG

PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM PELAYANAN
KESEHATAN GRATIS DI PROVINSI SULAWESI SELATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR SULAWESI SELATAN,

Menimbang : a. bahwa untuk menjamin akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan implementasi Visi dan Misi Gubernur Sulawesi Selatan periode 2008-2013, dengan agenda pembangunan kesehatan bagi masyarakat;
b. bahwa penyelenggaraan pembangunan kesehatan, khususnya pelayanan kesehatan dasar gratis bagi masyarakat perlu dilakukan secara terpadu, terintegrasi, sinergi, dan holistik, serta pengaturan pembagian (sharing) pembiayaan dengan memadukan berbagai upaya dari pemerintah kabupaten/kota di Sulawesi Selatan dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dalam suatu sistem pembiayaan yang jelas, sarana dan prasarana kesehatan, sumberdaya manusia, dan mutu pelayanan sesuai dengan standar pelayanan minimal;
c. bahwa sebagai pedoman untuk digunakan sebagai acuan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pembinaan serta monitoring dan evaluasi penyelenggaran pelayanan kesehatan di Sulawesi Selatan, perlu ditetapkan suatu pedoman pelaksanaan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Gratis di Provinsi Sulawesi Selatan.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 47 Prp. Tahun 1960 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara dan Daerah Tingkat I Sulawesi Utara Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2102), Jo Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1964 Tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Tenggara dan Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah dengan mengubah Undang-undang Nomor 47 Prp. Tahun 1960 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara dan Daerah Tingkat I Sulawesi Utara Tengah menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1964 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2687);
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3495);
3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
6. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4436);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4585);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan Pengawasan Penyelenggaran Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Pemerintah, laporan Pertanggungjawaban Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Informasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Masyarakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaran Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4815);
12. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan;
13. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 574/Menkes/SK/IV/2000 tentang Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010;
14. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 131/Menkes/SK/II/2004 tentang Sistem Kesehatan Nasional;
15. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 3 Tahun 2001 tentang Pembentukan, Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi dan Susunan Organisasi Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan.

Memperhatikan: Visi dan Misi Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan 2008-2013

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM PELAYANAN KESEHATAN GRATIS DI PROVINSI SULAWESI SELATAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Gubernur ini, yang dimaksud dengan:
1. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
3. Provinsi adalah Provinsi Sulawesi Selatan.
4. Gubernur adalah Gubernur Sulawesi Selatan.
5. Pemerintah Kabupaten/Kota adalah pemerintah kabupaten/kota dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan.
6. Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Gratis yang selanjutnya disebut Pedoman adalah acuan (pedoman) dalam melaksanakan pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi, sinergi, dan holistik.
7. Pelayanan Kesehatan Gratis adalah semua pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas dan Jaringannya dan pelayanan kesehatan rujukan di Kelas III Rumah Sakit Pemerintah Daerah yang tidak dipungut biaya, dan obat yang diberikan menggunakan obat generik.
8. Peserta Program Pelayanan Kesehatan adalah seluruh penduduk Sulawesi Selatan yang belum mempunyai jaminan kesehatan yang berasal dari program lain, yang terdaftar dan memiliki kartu identitas selanjutnya berhak mendapatkan pelayanan kesehatan.
9. Unit Pelayanan Kesehatan adalah unit-unit yang memberikan pelayanan kesehatan di kabupaten/kota, yang meliputi Puskesmas dan Jaringannya serta pelayanan Rumah Sakit Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan kabupaten/kota.
10. Pengalokasian dana adalah pendistribusian dana untuk penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan mulai dari provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan desa/ kelurahan.
11. Verifikasi adalah kegiatan penilaian administrasi klaim dari Tim Pengendali yang diajukan oleh unit pelayanan kesehatan dengan mengacu kepada standar penilaian klaim.
12. Standar Pelayanan Minimal yang selanjutnya disebut SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal.
13. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan.

BAB II
TUJUAN DAN SASARAN

Bagian Kesatu
Tujuan

Pasal 2
Tujuan umum pelaksanaan pelayanan kesehatan gratis adalah meningkatnya akses, pemerataan dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh penduduk Sulawesi Selatan guna tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien.
Pasal 3
Tujuan khusus pelaksanaan pelayanan kesehatan gratis adalah:
a. membantu dan meringankan beban masyarakat dalam pembiayaan pelayanan kesehatan;
b. meningkatnya cakupan masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas serta jaringannya dan di Rumah Sakit milik Pemerintah dan pemerintah daerah di wilayah Sulawesi Selatan;
c. meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat Sulawesi Selatan;
d. meningkatnya pemerataan pelayanan kesehatan bagi masyarakat Sulawesi Selatan;
e. terselenggaranya pembiayaan pelayanan kesehatan masyarakat dengan pola Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat di Sulawesi Selatan.

Bagian Kedua
Sasaran

Pasal 4
Sasaran program pelayanan kesehatan gratis adalah seluruh penduduk Sulawesi Selatan yang mempunyai identitas (KTP/Kartu Keluarga), tidak termasuk yang sudah mempunyai jaminan kesehatan lainnya.


BAB III
ASAS DAN PRINSIP
PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN GRATIS

Bagian Kesatu
Asas Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Gratis

Pasal 5
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan gratis dilaksanakan berdasarkan asas:
a. transparansi;
b. akuntabilitas publik;
c. team work;
d. inovatif;
e. cepat, cermat, dan akurat;
f. pelayanan terstruktur dan berjenjang;
g. kendali mutu dan kendali biaya.

Bagian Kedua
Prinsip Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Gratis

Pasal 6
(1) Penyelenggaraan pelayanan kesehatan gratis dilaksanakan berdasarkan prinsip subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat Sulawesi Selatan.
(2) Prinsip subsidi silang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perwujudan hakikat pelayanan kesehatan terhadap masyarakat yang menjadi tanggung jawab bersama Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.


BAB IV
TATA LAKSANA KEPESERTAAN

Pasal 7
Jumlah sasaran peserta program pelayanan kesehatan gratis adalah selisih dari jumlah penduduk dengan masyarakat yang belum mendapatkan jaminan pemeliharaan kesehatan dari program lain.

Pasal 8
Berdasarkan sasaran kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, bupati/ walikota menetapkan peserta program pelayanan kesehatan gratis kabupaten/kota dalam satuan jiwa berisi nomor, nama dan alamat peserta secara lengkap dalam bentuk keputusan bupati/walikota.

Pasal 9
(1) Bagi pemerintah kabupaten/kota yang sudah melaksanakan program pelayanan kesehatan secara menyeluruh, maka alokasi pembiayaan yang diberikan dapat digunakan untuk peningkatan paket pelayanan.
(2) Bagi bayi yang terlahir dari keluarga peserta program pelayanan kesehatan gratis langsung menjadi peserta baru sebaliknya bagi peserta yang meninggal dunia langsung hilang hak kepesertaannya.


BAB V
ADMINISTRASI KEPESERTAAN

Pasal 10
Administrasi kepesertaan program pelayanan kesehatan gratis meliputi:
a. pendataan sasaran;
b. registrasi peserta; dan
c. penetapan oleh bupati/walikota.

Pasal 11
Administrasi kepesertaan program pelayanan kesehatan gratis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut:
a. pendataan sasaran dilaksanakan secara berjenjang, mulai dari tingkat desa/ kelurahan yang dilakukan oleh Tim desa/kelurahan selanjutnya dilaporkan ke tingkat kecamatan untuk dilakukan rekapitulasi;


b. Tim kecamatan melaporkan hasil rekapitulasi ke Tim Pengendali kabupaten/kota untuk dilakukan penetapan oleh pemerintah kabupaten/kota;
c. data peserta yang telah ditetapkan oleh pemerintah kabupaten/kota, selanjutnya dilakukan entry data oleh Dinas Kesehatan kabupaten/kota untuk menjadi database kepesertaan di kabupaten/kota;
d. entry data setiap peserta meliputi antara lain:
1. nomor register, (berdasarkan kode kabupaten/kota, kecamatan dan desa/ kelurahan;
2. nama peserta;
3. jenis kelamin;
4. tempat dan tanggal lahir/umur; dan
5. alamat.
e. berdasarkan data yang telah ditetapkan oleh pemerintah kabupaten/kota selanjutnya diserahkan ke masing-masing unit pelayanan kesehatan yang telah ditunjuk dan bekerja sama dalam rangka pelaksanaan program pelayanan kesehatan gratis.

Pasal 12
(1) Setiap penduduk yang menjadi peserta pelayanan kesehatan gratis akan mendapatkan kartu peserta.
(2) Kartu Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku antar kabupaten/kota dalam wilayah Provinsi.
(3) Pengadaan Kartu Peserta dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi, selanjutnya pengisian dan distribusi kartu dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota.

BAB VI
TATA LAKSANA PELAYANAN KESEHATAN GRATIS

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 13
Setiap penduduk Provinsi yang mempunyai Kartu Peserta berhak mendapatkan pelayanan kesehatan meliputi:
a. rawat jalan tingkat pertama (RJTP);
b. rawat inap tingkat pertama (RITP);
c. rawat jalan tingkat lanjutan (RJTL);
d. rawat inap tingkat lanjutan (RITL); dan
e. pelayanan gawat darurat.

Pasal 14
(1) Pelayanan rawat jalan tingkat pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a, diberikan di Puskesmas dan jaringannya.
(2) Pelayanan rawat jalan tingkat lanjutan diberikan di Rumah Sakit Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan pemerintah kabupaten/kota yang telah ditunjuk.

Pasal 15
Pelayanan rawat inap tingkat pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b diberikan di Puskesmas Perawatan dan rawat inap tingkat lanjutan diberikan di kelas III (tiga) Rumah Sakit Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan pemerintah kabupaten/ kota yang telah ditunjuk.
Pasal 16
Pada keadaan gawat darurat (emergency) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf e, seluruh unit pelayanan kesehatan milik Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan pemerintah kabupaten/kota yang telah ditunjuk, wajib memberikan pelayanan kepada seluruh penduduk Provinsi.

Pasal 17
Pelayanan obat di Puskesmas beserta jaringannya dan di rumah sakit diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk memenuhi kebutuhan obat generik di Puskesmas dan jaringannya, Dinas Kesehatan kabupaten/kota melaksanakan pengadaan dan pendistribusiannya;
b. untuk memenuhi kebutuhan obat dan bahan habis pakai di rumah sakit, instalasi farmasi/apotek rumah sakit bertanggungjawab menyediakan semua obat dan bahan habis pakai untuk pelayanan kesehatan masyarakat yang diperlukan;
c. apabila terjadi kekurangan atau ketiadaan obat sebagaimana dimaksud pada huruf b, maka rumah sakit berkewajiban memenuhi obat tersebut melalui koordinasi dengan pihak-pihak terkait;
d. apabila terjadi peresepan obat diluar ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf b, maka pihak rumah sakit bertanggung jawab menanggung selisih harga tersebut.

Pasal 18
Pelayanan kesehatan RJTL di rumah sakit dan pelayanan kesehatan RITL di rumah sakit yang mencakup tindakan, pelayanan obat, penunjang diagnostik, pelayanan darah serta pelayanan lainnya dilakukan secara terpadu sehingga biaya pelayanan kesehatan diklaimkan dan diperhitungkan menjadi satu kesatuan sesuai dengan tarif/paket yang berlaku pada masing-masing kabupaten/kota.

Pasal 19
(1) Apabila dalam proses pelayanan terdapat kondisi yang memerlukan pelayanan khusus dengan diagnosa penyakit/prosedur yang belum tercantum dalam ketentuan, maka Direktur rumah sakit/Kepala Balai memberikan keputusan tertulis untuk sahnya penggunaan pelayanan tersebut, yang tarifnya sesuai dengan jenis dan tarif pelayanan kesehatan menurut peraturan yang berlaku.
(2) Penetapan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan setelah mendengarkan pertimbangan dan saran dari Komite Medik rumah sakit.


Bagian Kedua
Prosedur Pelayanan Kesehatan Gratis

Pasal 20
(1) Setiap penduduk Provinsi yang akan mendapatkan pelayanan kesehatan gratis wajib mengikuti prosedur pemberian pelayanan sebagai berikut:
a. peserta dapat berkunjung ke Puskesmas dan jaringannya serta rumah sakit Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota yang telah ditunjuk;
b. menunjukkan Kartu Peserta;



c. pelayanan kesehatan rujukan diberikan sesuai dengan indikasi medis, selanjutnya dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan disertai surat rujukan dan kartu identitas yang ditunjukkan sejak awal sebelum mendapatkan pelayanan kesehatan.
d. pelayanan rujukan sebagaimana dimaksud pada huruf c, meliputi:
1. pelayanan rawat jalan tingkat lanjutan (spesialistik) dan rawat inap kelas III di rumah sakit dan balai kesehatan milik Pemerintah/pemerintah daerah yang ditunjuk oleh Pemerintah Provinsi;
2. pelayanan obat-obatan dan bahan habis pakai;
3. pelayanan rujukan spesimen dan penunjang diagnostic.
(2) Apabila peserta tidak dapat menunjukkan Kartu Peserta/identitas (KTP/Kartu Keluarga) sejak awal sebelum mendapatkan pelayanan kesehatan, maka yang bersangkutan diberi waktu paling lama 2 x 24 jam untuk menunjukkan kartu tersebut.

Pasal 21
(1) Dalam kasus-kasus tertentu untuk mendapatkan pelayanan di instalasi gawat darurat (termasuk kasus gawat darurat di rumah sakit) peserta tidak perlu membawa/menunjukkan surat rujukan.
(2) Bagi pasien yang tidak dirawat inap, prosesnya sama dengan proses rawat jalan, sebaliknya bagi yang dinyatakan rawat inap prosesnya sama dengan proses rawat inap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan Pasal 15.

Pasal 22
Prosedur pelayanan kesehatan gratis di Rumah Sakit sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1, dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Gubernur ini.


BAB VII
JENIS PELAYANAN DI UNIT PELAYANAN KESEHATAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 23
Pada dasarnya jenis pelayanan yang disediakan untuk masyarakat bersifat komprehensif sesuai indikasi medis, kecuali beberapa hal yang dibatasi dan tidak dijamin.

Bagian Kedua
Jenis Pelayanan

Pasal 24
Pelayanan bersifat komprehensif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 meliputi:
a. pelayanan kesehatan di puskesmas dan jaringannya;
b. pelayanan kesehatan di rumah sakit/balai kesehatan;
c. pelayanan kesehatan yang tidak ditanggung/dijamin.





Pasal 25
Pelayanan kesehatan di puskesmas dan jaringannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a, terdiri atas:
a. rawat jalan tingkat pertama (RJTP) yang dilaksanakan dalam gedung;
b. rawat inap tingkat pertama (RITP), dilaksanakan pada puskesmas perawatan;
c. gawat darurat (emergency);
d. pelayanan kesehatan luar gedung yang dilaksanakan oleh puskesmas dan jaringannya;
e. pelayanan kesehatan rujukan.

Pasal 26
Pelayanan kesehatan di rumah sakit/balai kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b, terdiri atas:
a. rawat jalan tingkat lanjutan (RJTL);
b. rawat inap tingkat lanjutan (RITL);
c. pelayanan gawat darurat (emergency).
d. pelayanan kesehatan rujukan.

Pasal 27
Pelayanan kesehatan yang tidak ditanggung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf c, meliputi:
a. operasi jantung;
b. kateterisasi jantung;
c. pemasangan cincin jantung;
d. CT Scan;
e. cuci darah (haemodialisa); dan
f. bedah syaraf.

BAB VIII
TATA LAKSANA PENDANAAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 28
(1) Pendanaan Program merupakan dana bantuan keuangan dari Pemerintah Provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.
(2) Pembayaran ke puskesmas dan rumah sakit, berdasarkan klaim.
(3) Pembayaran ke unit pelayanan kesehatan disalurkan langsung dari kas daerah melalui rekening masing-masing puskesmas, rumah sakit, dan balai kesehatan milik pemerintah daerah, selanjutnya dipertanggungjawabkan dan dilakukan verifikasi oleh Tim Pengendali.
(4) Peserta tidak boleh dikenakan iuran (biaya) pelayanan dengan alasan apapun.

Bagian Kedua
Sumber dan Alokasi Dana

Pasal 29
(1) Sumber dana berasal dari bantuan Pemerintah Provinsi (APBD Provinsi) dan kabupaten/kota melalui APBD kabupaten/kota.
(2) Pemerintah Provinsi mengalokasikan dana bantuan tersebut kepada pemerintah kabupaten/kota melalui rekening/kas daerah masing-masing kabupaten/kota.


Bagian Ketiga
Penyaluran Dana

Pasal 30
(1) Dana untuk pelayanan kesehatan di puskesmas dan jaringannya disalurkan langsung dari Kas daerah pemerintah kabupaten/kota ke puskesmas melalui rekening masing-masing unit pelayanan kesehatan.
(2) Penyaluran dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bertahap (periode triwulan) dan disalurkan pada awal bulan.

Pasal 31
(1) Dana untuk pelayanan kesehatan di rumah sakit umum daerah disalurkan langsung dari Kas daerah pemerintah kabupaten/kota dan selanjutnya ke rumah sakit umum Daerah melalui rekening masing-masing.
(2) Penyaluran dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bertahap (periode triwulan) dan disalurkan pada awal bulan.

Pasal 32
(1) Dana untuk Pelayanan Kesehatan Gratis di rumah sakit Pemerintah, Pemerintah Provinsi atau balai kesehatan milik Pemerintah Provinsi disalurkan langsung dari Kas Pemerintah Provinsi ke rekening masing-masing.
(2) Penyaluran dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bertahap (periode triwulan) dan disalurkan pada awal bulan.


Bagian Keempat
Pencairan dan Pemanfaatan Dana (PPD)

Paragraf 1
PPD di Puskesmas

Pasal 33
(1) Setiap pengambilan dana dari rekening puskesmas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, harus mendapat persetujuan dari Kepala Dinas Kesehatan kabupaten/ kota atau pejabat yang ditunjuk setelah diverifikasi sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
(2) Dana yang diterima puskesmas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dimanfaatkan untuk membiayai:
a. pelayanan RJTP;
b. pelayanan RITP
c. pelayanan gawat darurat; dan
d. pelayanan rujukan.



Paragraf 2
PPD di Rumah Sakit/Balai Kesehatan

Pasal 34
(1) Setiap pengambilan dana dari rekening rumah sakit atau balai kesehatan Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, harus mendapat persetujuan dari Direktur/Kepala Badan/Kepala Balai atau pejabat yang ditunjuk setelah diverifikasi sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
(2) Dana yang diterima oleh rumah sakit atau balai kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dimanfaatkan untuk membiayai paket/jenis pelayanan yang diberikan meliputi:
a. pelayanan RJTL;
b. pelayanan RITL;
c. pelayanan gawat darurat; dan
d. pelayanan rujukan.

Bagian Kelima
Pembayaran dan Pertanggungjawaban Dana (PPD)

Paragraf 1
PPD di Puskesmas

Pasal 35
Pembayaran ke Puskesmas dan jaringannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 harus dipertanggungjawabkan dengan dilakukan verifikasi pelayanan oleh Tim Pengendali kabupaten/kota dan mendapat persetujuan Kepala Dinas Kesehatan kabupaten/kota, meliputi:
a. pelayanan RJTP;
b. pelayanan RITP
c. pelayanan gawat darurat; dan
d. pelayanan rujukan.

Paragraf 2
PPD di Rumah Sakit/Balai Kesehatan

Pasal 36
Prosedur pembayaran pelayanan kesehatan di rumah sakit/balai kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, dilakukan secara bertahap (setiap triwulan) dan dilakukan verifikasi serta audit oleh aparat pengawas fungsional yang telah ditunjuk, meliputi:
a. pelayanan RJTL;
b. pelayanan RITL;
c. pelayanan gawat darurat; dan
d. pelayanan rujukan.

Pasal 37
Bagan Alur Penyaluran Dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 sampai dengan Pasal 36, tercantum dalam Lampiran 2 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Gubernur ini.




Bagian Keenam
Verifikasi

Pasal 38
(1) Tujuan dilaksanakannya verifikasi adalah diperolehnya hasil pelaksanaan program pelayanan kesehatan gratis yang menerapkan prinsip pengendalian biaya dan kendali mutu.
(2) Verifikasi terdiri atas:
a. verifikasi administrasi kepesertaan;
b. administrasi pelayanan; dan
c. administrasi keuangan.

BAB IX
PENGORGANISASIAN

Pasal 39
(1) Untuk menjamin terselenggaranya program pelayanan kesehatan gratis secara merata, bermutu, dan berkesinambungan sesuai dengan tujuan dan sasaran program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4, dilakukan organisasi pengendalian yang terdiri atas:
a. Tim Pengendali Provinsi;
b. Tim Pengendali kabupaten/kota;
c. Pelaksana tingkat rumah sakit kabupaten/kota dan puskesmas.
(2) Tim Pengendali Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. Pelindung;
b. Pengarah;
c. Penanggung Jawab;
d. Tim Koordinasi Pengendali; dan
e. Tim Pelaksana Pengendali.
(3) Tim Pengendali kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas:
a. Pelindung;
b. Pengarah;
c. Penanggung Jawab;
d. Tim Koordinasi Pengendali; dan
e. Tim Pelaksana Pengendali.
(4) Tim Pelaksana Tingkat rumah sakit kabupaten/kota dan puskesmas, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas:
a. Penanggung Jawab;
b. Bendahara.
(5) Susunan organisasi Tim Pengendali Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.
(6) Susunan organisasi Tim Pengendali kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota.

Pasal 40
Untuk menjamin pelaksanaan tugas dari pelaksana tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2), ditetapkan tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:
a. Tim Koordinasi Pengendali:
1. menyusun arah kebijakan program pelayanan kesehatan dengan prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergisme;
2. memantau dan menindaklanjuti perkembangan penyelesaian penanganan pengaduan masyarakat yang dilaksanakan oleh Tim Pelayanan Kesehatan kabupaten/kota.
3. melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian program pelayanan kesehatan ke kabupaten/kota.
b. Tim Pelaksana Pengendali:
1. melakukan pendataan sasaran;
2. menyusun sistem database pelayanan kesehatan;
3. merencanakan besaran alokasi dana dan sasaran tiap kabupaten/kota;
4. mempersiapkan dan melatih Tim Pelayanan Kesehatan kabupaten/kota;
5. melakukan penyusunan, penggandaan dan penyebaran buku pedoman program pelayanan kesehatan;
6. memantau dan menindaklanjuti pelayanan penanganan pengaduan masyarakat di kabupaten/kota;
7. melaksanaan pembinaan, pengawasan dan pengendalian Program Pelayanan Kesehatan ke kabupaten/kota;
8. menyusun dan menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan secara berkala kepada Gubernur.

Pasal 41
Untuk menjamin pelaksanaan tugas dari pelaksana tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3), ditetapkan tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:
a. Tim Koordinasi Pengendali:
1. menyusun arah kebijakan program pelayanan kesehatan dengan prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan sinergisme;
2. memantau dan menindaklanjuti perkembangan penyelesaian penanganan pengaduan masyarakat;
3. melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian program pelayanan Kesehatan.
b. Tim Pelaksana Pengendali:
1. melakukan pendataan sasaran;
2. menyusun sistem database pelayanan kesehatan;
3. merencanakan besaran alokasi dana dan sasaran;
4. melaksanakan montoring dan evaluasi;
5. memberikan pelayanan dan penanganan pengaduan masyarakat;
6. menyusun dan menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan secara berkala kepada bupati/walikota dan Tim Pengendali Provinsi (cq. Koordinator Tim Pelaksana Pengendali).

Pasal 42
Untuk menjamin pelaksanaan tugas dari pelaksana tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (4), ditetapkan tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:
a. melakukan verifikasi jumlah dana dan apabila jumlah yang diterima melebihi dari semestinya, maka segera mengembalikannya ke rekening/kas pemerintah kabupaten/kota;
b. mengidentifikasi dan menyampaikan data kepada Tim Pengendali kabupaten/kota;
c. mengelola dana secara bertanggung jawab dan transparan;
d. mengumumkan daftar jenis pelayanan yang digratiskan dan tidak digratiskan;
e. bertanggung jawab terhadap penggunaan dana;
f. memberikan pelayanan dan penanganan pengaduan masyarakat;
g. melaporkan penggunaan dana dan kegiatan kepada Tim Pengendali kabupaten/ kota.


BAB X
MONITORING, SUPERVISI, DAN PELAPORAN

Bagian Kesatu
Monitoring dan Supervisi

Pasal 43
Monitoring dan supervisi bertujuan agar dana program pelayanan kesehatan gratis diterima oleh yang berhak dalam jumlah, waktu, cara dan penggunaan yang tepat.

Pasal 44
Monitoring dan supervisi dilakukan dalam bentuk pemantauan, pembinaan, dan penyelesaian masalah terhadap pelaksanaan program pelayanan kesehatan gratis.

Pasal 45
Monitoring dan supervisi dilakukan terhadap komponen utama yang terdiri atas:
a. alokasi, penyaluran, dan penggunaan dana;
b. pelaksanaan pelayanan kesehatan gratis;
c. pelayanan dan penanganan pengaduan;
d. administrasi kepesertaan.

Pasal 46
Pelaksanaan kegiatan monitoring dilakukan oleh Tim Pengendali Provinsi dan Tim Pengendali kabupaten/kota, yang terdiri atas:
a. Tim Pengendali Provinsi, meliputi:
1. monitoring pelaksanaan program, terdiri atas:
a) monitoring ditujukan untuk memantau:
1) penyaluran dan penyerapan dana;
2) kinerja Tim Pengendali kabupaten/kota;
3) pengelolaan di tingkat kabupaten/kota.
b) monitoring dilaksanakan pada saat:
1) persiapan penyaluran dana;
2) penyaluran dana; dan
3) pasca penyaluran dana.
2. monitoring kasus pengaduan dan penyelewengan dana, terdiri atas:
a) monitoring kasus pengaduan ditujukan untuk menemukenali dan menyelesaikan masalah yang muncul di lapangan;
b) kerjasama dengan lembaga-lembaga terkait dalam menangani pengaduan dan penyimpangan akan dilakukan sesuai dengan kebutuhan.
b. Tim Pengendali kabupaten/kota, meliputi:
1. monitoring pelaksanaan program, terdiri atas:
a) monitoring ditujukan untuk memantau pengelolaan dana pada tingkat unit pelayanan;
b) monitoring dilaksanakan pada saat penyaluran dana dan pascapenyaluran dana.
2. monitoring kasus pengaduan dan penyelewengan dana, terdiri atas:
a) monitoring kasus pengaduan ditujukan untuk menemukenali dan menyelesaikan masalah yang muncul di unit pelayanan;
b) kerjasama dengan lembaga terkait dalam menangani pengaduan dan penyimpangan akan dilakukan sesuai dengan kebutuhan.



Bagian Kedua
Pelaporan

Pasal 47
(1) Setiap Tim Pengendali dan Tim Pelaksana wajib memberikan laporan atas hasil kegiatannya kepada pihak terkait.
(2) Pada setiap akhir semester Tim Pengendali Provinsi wajib melaporkan semua kegiatan yang berkaitan dengan perencanaan dan pelaksanaan program pelayanan kesehatan, yang meliputi:
a. sejauhmana pelaksanaan program berjalan sesuai dengan yang direncanakan;
b. apa yang dikerjakan dan apa yang tidak dikerjakan;
c. hambatan yang terjadi dan penyebabnya;
d. upaya yang diperlukan untuk mengatasinya serta rekomendasi untuk perbaikan program di masa yang akan datang, baik program yang sama maupun program lainnya.
(3) Pelaksana program memberikan laporan yang berkaitan dengan statistik penerima bantuan, penyaluran, penyerapan dan pemanfaatan dana, hasil monitoring evaluasi dan pengaduan masalah.
(4) Pelaksanaan pelaporan dan penggunaan dana program pelayanan kesehatan mengikuti mekanisme pelaporan yang ada.


BAB XI
PENGAWASAN

Pasal 48
Pengawasan terhadap pelaksanaan program pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang berdasarkan kewenangan masing-masing pemerintah daerah.


Pasal 49
Pengawasan dilakukan dengan tujuan untuk memastikan bahwa dana yang disalurkan sesuai maksud dan tujuan penggunaannya serta untuk menghindarkan penyalahgunaan wewenang, kebocoran, pemborosan keuangan daerah, pungutan liar, dan bentuk penyelewengan lainnya.


Pasal 50
Pengawasan pelaksanaan program pelayanan kesehatan gratis terdiri atas:
a. pengawasan melekat (waskat);
b. pengawasan fungsional; dan
c. pengawasan masyarakat.


Pasal 51
Pengawasan melekat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf a dilakukan oleh pimpinan masing-masing instansi kepada bawahannya secara berjenjang baik di provinsi, kabupaten/kota maupun pada unit pelayanan.




Pasal 52
(1) Pengawasan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf b dilakukan oleh instansi pengawas fungsional terhadap pelaksanaan Program Pelayanan Kesehatan yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta Badan Pengawas Daerah (Bawasda) Provinsi dan kabupaten/kota.
(2) Instansi tersebut bertangung jawab untuk melakukan audit sesuai dengan kebutuhan lembaga/instansi tersebut atau atas permintaan instansi yang akan di audit.

Pasal 53
(1) Pengawasan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf c dilakukan oleh masyarakat dalam rangka efektivitas dan transparansi penggunaan dana program pelayanan kesehatan gratis.
(2) Masyarakat dapat melaporkan kepada Tim Pengendali atau instansi pengawas fungsional dan atau lembaga yang berwenang lainnya apabila terdapat indikasi penyimpangan terhadap pelaksanaan program pelayanan kesehatan gratis.
(3) Pengaduan dapat disampaikan kepada:
a. Tim Pelaksana Pengendali Pelayanan Kesehatan Gratis Provinsi Sulawesi Selatan, Telepon Nomor (0411) 585 400 atau 590 294.
b. Tim Koordinasi Pengendali Pelayanan Kesehatan Gratis Provinsi Sulawesi Selatan, Telepon Nomor (0411) 453 137 atau 453 628.


BAB XII
KETENTUAN SANKSI

Pasal 54
(1) Sanksi terhadap penyalahgunaan wewenang dan/atau pembiayaan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan akan dijatuhkan oleh aparat/pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dalam bentuk:
a. sanksi kepegawaian sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian;
b. tuntutan perdata dan ganti rugi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan keuangan Negara/daerah;
c. tuntutan pidana sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang pidana.
d. penundaan penyaluran dana, penghentian sementara dan pembatalan bantuan pelayanan kesehatan kepada pemerintah kabupaten/kota.


BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 55
Hal-hal yang berkaitan dengan teknis pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut oleh Kepala Dinas.

Pasal 56
Peraturan Gubernur ini berlaku secara efektif terhitung tanggal 1 Juli 2008.

BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 57

Peraturan Gubernur ini berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
Ditetapkan di: Makassar
Pada tanggal : 3 Juli 2008

GUBERNUR SULAWESI SELATAN,




Dr. H. SYAHRUL YASIN LIMPO, S.H., M.Si., M.H.

Diundangkan di Makassar
pada tanggal 3 Juli 2008

SEKRETARIS DAERAH
PROVINSI SULAWESI SELATAN,




H. A. MUALLIM, S.H., M.Si.



( BERITA DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN TAHUN 2008 NOMOR 13 )

BAGAIMANA MENGATASI STRESS DI KAMPUS

BAGAIMANA MENGATASI STRESS DI KAMPUS
Oleh Adam Badwi

Berikut beberapa cara untuk mengatasi stres di Kampus

Pertama-tama, anda harus belajar mengenali stres:
Gejala-gejala stres mencakup mental, sosial dan fisik. Hal-hal ini meliputi kelelahan, kehilangan atau meningkatnya napsu makan, sakit kepala, sering menangis, sulit tidur dan tidur berlebihan. Melepaskan diri dari alkohol, narkoba, atau perilaku kompulsif lainnya sering merupakan indikasi-indikasi dari gelaja stres. Perasaan was-was, frustrasi, atau kelesuan dapat muncul bersamaan dengan stres.
Jika anda merasa stres mengaruhi pelajaran anda,
langkah pertama adalah mencari bantuan melalui pusat koseling di kampus anda.
Manajemen stres adalah kemampuan untuk mengendalikan diri ketika situasi, orang-orang, dan kejadian-kejadian yang ada memeberi tuntutan yang berlebihan. Apa yang dapat anda lakukan untuk mengatur stres anda? Strategi-strategi apa yang ada?
Cobalah untuk memanfaatkan stress
Jika anda tidak dapat melawan apa yang mengganggu anda, dan anda tidak dapat menghindar darinya, berjalanlah seiring dengannya dan cobalah untuk memanfaatkannya secara produktif.
Cobalah untuk menjadi seseorang yang positif
Tanamkan pada diri anda bahwa anda dapat mengatasi segala sesuatu dengan baik daripada hanya memikirkan betapa buruknya segala sesuatu yang terjadi. ?Stress sebenarnya dapat membantu ingatan, terutama pada ingatan jangka pendek dan tidak terlalu kompleks. Stress dapat menyebabkan peningkatan glukosa yang menuju otak, yang memberikan energi lebih pada neuron. Hal ini, sebaliknya, meningkatkan pembentukan dan pengembalian ingatan. Di sisi lain, jika stress terjadi secara terus-menerus, dapat menghambat pengiriman glukosa dan mengganggu ingatan.?

Yang terpenting, jika stress menempatkan anda dalam keadaan yang tidak teratasi atau mengganggu kegiatan kuliah anda, kehidupan sosial ataupun kehidupan kerja, carilah bantuan ahli di pusat konseling kampus anda.

Selasa, 02 Juni 2009

Konsep KKP Kesehatan

Konsep Kuliah Kerja Profesi Kesehatan
Labkom FKM UVRI
1. Konstruk Berfikir
KKP adalah wahana pembelajaran paripurna bagi mahasiswa dalam lingkungan kerja yang sesungguhnya
KKP dapat memberikan pengalaman bagi mahasiswa untuk menerapkan kompetensi kesehatan masyarakat dalam lingkungan kerja yang sesungguhnya
Karena itu KKP FKM UVRI didesain berbeda
2.Apa Yang Berbeda
Diinstitusi lain:
Basis Program di Puskesmas
Di FKM UVRI:
Basis Program pada masyarakat desa, dan tetap berkoordinasi dengan Puskesmas
3.Mengapa Berbasis Desa
Kompetensi kesmasy berorientasi pada upaya-upaya penyadaran masyarakat untuk:
Peningkatan kualitas lingkungan
Pemberdayaan gizi keluarga
Penanaman perilaku sehat
Deteksi dini dan pengendalian penyakit
Peningkatan akses pelayanan kesehatan
4. Tujuan Umum
Meningkatkan kompetensi kesehatan masyarakat bagi mahasiswa dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
5.Tujuan Khusus
Untuk meningkatkan kompetensi mahasiswa dalam mengembangkan diagnosa komunitas terhadap masalah-masalah kesehatan masyarakat.
Untuk meningkatkan kompetensi mahasiswa dalam mengembangkan strategi pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan.
Untuk meningkatkan kompetensi mahasiswa dalam mengelola potensi-potensi yang ada menjadi suatu program yang efisien dan efektif.
Untuk meningkatkan kompetensi mahasiswa dalam mengembangkan program sesuai dengan kompetensi jurusannya.
Untuk meningkatkan kompetensi mahasiswa dalam mengembangkan teknologi tepat guna bidang kesehatan di masyarakat.
6.Sasaran Program KKP
Berupaya untuk meciptakan proses belajar social bersama masyarakat sehingga masyarakat dapat dengan sadar menolong dirinya untuk hidup secara sehat dan produktif.
7.Kelompok Sasaran
Kelompok sasaran program KKP adalah unsure pemerintah, petugas kesehatan dan masyarakat.
8. Strategi Program KKP
Kejasama lintas sektoral
Pemberdayaan masyarakat
Penanaman Perilaku hidup sehat
Advokasi Lingkungan sehat
Mendorong Upaya pelayanan kesehatan berbasis masyarakat
Peningkatan kapasistas Manajemen pembangunan kesehatan masyarakat desa
9. Arah dan Kebijakan Program KKP
Sosialisasi masalah-masalah kesehatan kepada lintas sektor secara intensif dan berkala untuk memperoleh dukungan dalam rangka pembangunan yang berwawasan kesehatan
Mendorong organisasi kemasyarakatan dalam rangka membantu pemerintah sebagai pelaksana pembangunan untuk merumuskan kebijakan dan pengelolaan serta pemantauan pelaksanaan pembangunan kesehatan
Pengendalian atas penyebab (agent), pembawa (vektor) dan sumber (resorvoir) penyakit dalam rangka terciptanya lingkungan yang sehat bagi segenap penduduk.
Peningkatan upaya kesehatan yang berdampak luas terhadap kesehatan masyarakat
Mengembangkan jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat untuk menjamin terselenggaranya pemeliharaan kesehatan yang lebih merata dan bermutu dan terjangkau.
Peningkatan kemampuan manajemen kesehatan melalui pendidikan dan assistensi pada petugas.
Peningkatan perlindungan masyarakat terhadap bahaya penyalahgunaan obat, narkotika, psikotropika, zat adiktif dan bahan berbahaya lainnya.
Membangun kemandirian masyarakat dalam mengenali dan menyelesaikan masalah kesehatan
10. Pendekatan Program KKP
Pembangunan yang berwawasan kesehatan, dilakukan dalam bentuk kegiatan sosialisasi, orientasi, dan advokasi kepada lintas sektor terutama sektor pendidikan, pertanian dan pemerintah daerah.
Profesionalisme petugas kesehatan terutama dalam promosi kesehatan, dan manajemen puskesmas.
Jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat perlu digalang melalui konsep kepesertaan masyarakat dalam pembiayaan kesehatan.
Persiapan perangkat organisasi dan sumber daya manusia di puskesmas dalam rangka mengimplementasikan kebijakan desentralisasi pembangunan kesehatan.
11. Jenis-Jenis Program KKP
Peningkatan status gizi masyarakat.
Promosi kesehatan masyarakat
Kesehatan lingkungan
Pencegahan dan penanggulangan penyakit menular
Pengembangan manajemen dan sistem informasi kesehatan puskesmas
Pendidikan kesehatan dan keselamatan kerja.
12Target program
Assesment masalah kesehatan masyarakat yang terkait dengan basis kompetensi pada minggu ke I.
Sosialisasi program KKP pada minggu ke I.
Implementasi program dengan kemitraan puskesmas pada minggu ke II dan III.
Implementasi program dengan pendekatan lintas sektor pada minggu ke IV dan V.
Implementasi program dengan basis swakelola (kemandirian masyarakat).
13. Catatan Penting
Mahasiswa KPP hanya berperan sebagai fasilitator inovasi
Mahasiswa KKP hanya stimulator perubahan sosial
Mahasiswa KKP tidak mengganti peran opinion leaders
Mahasiswa KKP hanya mendorong kemitraan petugas kesehatan dengan masyarakat

Senin, 01 Juni 2009

Harmonisasi Gerak Dalam Langkah Pembaharuan

Harmonisasi Gerak Dalam Langkah Pembaharuan

Oleh :Adam Badwi

Harmonisasi
Harmonisasi merupakan proses untuk meningkatkan kompatibilitas (kesesuaian) dengan menentukan batasan-batasan seberapa besar praktik-praktik tersebut dapat beragam
Seniman yang mengusahakan keindahan dalam karya seninya, adalah juga sedang melukiskan kebenaran dalam jejak-jejak kehidupan di dunia ini. Sebab, sebuah karya seni yang benar mestinya berisi nilai keadilan, kemanusiaan dan persamaan hak. Dalam sebuah karya seni lukis misalnya, keadilan adalah soal warna-warni yang berbeda tapi saling berharmonisasi membentuk keindahan. Dalam karya seni sastra kalimat-kalimat yang beraneka arti akan saling bersinergi untuk membentuk keindahan bahasa. Dalam seni gerak, gerakan tubuh manusia yang naik turun seperti grafik akhirnya menunjukkan sebuah keindahan. Dan, dalam seni suara, nada do, re, mi, fa, so, la, dan si berpacu dalam irama yang indah, untuk sebuah lagu yang menyenangkan hati.

Harmonisasi dan Pembaharuan

Masalah dalam Pembaharuan
Banyak masalah yang bisa terjadi ketika pembaharuan akan dilakukan. Masalah yang paling sering dan menonjol adalah “penolakan atas pembaharuan itu sendiri”. Istilah yang sangat populer dalam manajemen adalah resistensi perubahan (resistance to change). Penolakan atas perubahan tidak selalu negatif karena justru karena adanya penolakan tersebut maka perubahan tidak bisa dilakukan secara sembarangan.
Penolakan atas perubahan tidak selalu muncul dipermukaan dalam bentuk yang standar. Penolakan bisa jelas kelihatan (eksplisit) dan segera, misalnya mengajukan protes, mengancam mogok, demonstrasi, dan sejenisnya; atau bisa juga tersirat (implisit), dan lambat laun, misalnya loyalitas pada organisasi berkurang, motivasi kerja menurun, kesalahan kerja meningkat, tingkat absensi meningkat, dan lain sebagainya.

Mengapa pembaharuan ditolak ?
Untuk keperluan analitis, dapat dikategorikan sumber penolakan atas perubahan, yaitu penolakan yang dilakukan oleh individual dan yang dilakukan oleh kelompok atau organisasional.

Resistensi Individual
Karena persoalan kepribadian, persepsi, dan kebutuhan, maka individu punya potensi sebagai sumber penolakan atas perubahan.
KEBIASAAN . Kebiasaan merupakan pola tingkah laku yang kita tampilkan secara berulang-ulang sepanjang hidup kita. Kita lakukan itu, karena kita merasa nyaman, menyenangkan. Bangun pukul 5 pagi, ke kantor pukul 7, bekerja, dan pulang pukul 4 sore. Istirahat, nonton TV, dan tidur pukul 10 malam. Begitu terus kita lakukan sehingga terbentuk satu pola kehidupan sehari-hari. Jika perubahan berpengaruh besar terhadap pola kehidupan tadi maka muncul mekanisme diri, yaitu penolakan.
RASA AMAN
Jika kondisi sekarang sudah memberikan rasa aman, dan kita memiliki kebutuhan akan rasa aman relatif tinggi, maka potensi menolak perubahan pun besar. Mengubah cara kerja padat karya ke padat modal memunculkan rasa tidak aman bagi para pegawai.
FAKTOR EKONOMI
Faktor lain sebagai sumber penolakan atas perubahan adalah soal menurun-nya pendapatan. Pegawai menolak konsep 5 hari kerja karena akan kehilangan upah lembur.
TAKUT AKAN SESUATU YANG TIDAK DIKETAHUI
Sebagian besar perubahan tidak mudah diprediksi hasilnya. Oleh karena itu muncul ketidak pastian dan keraguraguan. Kalau kondisi sekarang sudah pasti dan kondisi nanti setelah perubahan belum pasti, maka orang akan cenderung memilih kondisi sekarang dan menolak perubahan.
PERSEPSI
Persepsi cara pandang individu terhadap dunia sekitarnya. Cara pandang ini mempengaruhi sikap. Pada awalnya program keluarga berencana banyak ditolak oleh masyarakat, karena banyak yang memandang program ini bertentangan dengan ajaran agama, sehingga menimbulkan sikap negatif.


Kebiasaan Rasa Aman Faktor Ekonomi







Ketidakpastian Persepsi

Resistensi Organisasional
Organisasi, pada hakekatnya memang konservatif. Secara aktif mereka menolak perubahan. Misalnya saja, organisasi pendidikan yang mengenal-kan doktrin keterbukaan dalam menghadapi tantangan ternyata merupakan lembaga yang paling sulit berubah. Sistem pendidikan yang sekarang berjalan di sekolah-sekolah hampir dipastikan relatif sama dengan apa yang terjadi dua puluh lima tahun yang lalu, atau bahkan lebih. Begitu pula sebagian besar organisasi bisnis. Terdapat enam sumber penolakan atas perubahan.
INERSIA STRUKTURAL
Artinya penolakan yang terstrukur. Organisasi, lengkap dengan tujuan, struktur, aturan main, uraian tugas, disiplin, dan lain sebagainya menghasil- kan stabilitas. Jika perubahan dilakukan, maka besar kemungkinan stabilitas terganggu.
FOKUS PERUBAHAN BERDAMPAK LUAS
Perubahan dalam organisasi tidak mungkin terjadi hanya difokuskan pada satu bagian saja karena organisasi merupakan suatu sistem. Jika satu bagian dubah maka bagian lain pun terpengaruh olehnya. Jika manajemen mengubah proses kerja dengan teknologi baru tanpa mengubah struktur organisasinya, maka perubahan sulit berjalan lancar.
INERSIA KELOMPOK KERJA
Walau ketika individu mau mengubah perilakunya, norma kelompok punya potensi untuk menghalanginya. Sebagai anggota serikat pekerja, walau sebagai pribadi kita setuju atas suatu perubahan, namun jika perubahan itu tidak sesuai dengan norma serikat kerja, maka dukungan individual menjadi lemah.
ANCAMAN TERHADAP KEAKHLIAN
Perubahan dalam pola organisasional bisa mengancam keakhlian kelompok kerja tertentu. Misalnya, penggunaan komputer untuk merancang suatu desain, mengancam kedudukan para juru gambar.
ANCAMAN TERHADAP HUBUNGAN KEKUASAAN YANG TELAH MAPAN.
Mengintroduksi sistem pengambilan keputusan partisipatif seringkali bisa dipandang sebagai ancaman kewenangan para penyelia dan manajer tingkat menengah.
ANCAMAN TERHADAP ALOKASI SUMBERDAYA
Kelompok-kelompok dalam organisasi yang mengendalikan sumber daya dengan jumlah relatif besar sering melihat perubahan organisasi sebagai ancaman bagi mereka. Apakah perubahan akan mengurangi anggaran atau pegawai kelompok kerjanya?.

Inersia Struktural Dampak Luas Perubahan Inersia Kelompok






Ancaman Keahlian Ancaman Kekuasaan Ancaman Alokasi
Sumberdaya


Taktik Mengatasi Penolakan Atas Pembaharuan

Coch dan French Jr. mengusulkan ada enam taktik yang bisa dipakai untuk mengatasi resistensi pembaharuan
1. Pendidikan dan Komunikasi. Berikan penjelasan secara tuntas tentang latar belakang, tujuan, akibat, dari diadakannya perubahan kepada semua pihak. Komunikasikan dalam berbagai macam bentuk. Ceramah, diskusi, laporan, presentasi, dan bentuk-bentuk lainnya.
2. Partisipasi. Ajak serta semua pihak untuk mengambil keputusan. Pimpinan hanya bertindak sebagai fasilitator dan motivator. Biarkan anggota organisasi yang mengambil keputusan
3. Memberikan kemudahan dan dukungan. Jika pegawai takut atau cemas, lakukan konsultasi atau bahkan terapi. Beri pelatihan-pelatihan. Memang memakan waktu, namun akan mengurangi tingkat penolakan.
4. Negosiasi. Cara lain yang juga bisa dilakukan adalah melakukan negosiasi dengan pihak-pihak yang menentang perubahan. Cara ini bisa dilakukan jika yang menentang mempunyai kekuatan yang tidak kecil. Misalnya dengan serikat pekerja. Tawarkan alternatif yang bisa memenuhi keinginan mereka
5. Manipulasi dan Kooptasi. Manipulasi adalah menutupi kondisi yang sesungguhnya. Misalnya memlintir (twisting) fakta agar tampak lebih menarik, tidak mengutarakan hal yang negatif, sebarkan rumor, dan lain sebagainya. Kooptasi dilakukan dengan cara memberikan kedudukan penting kepada pimpinan penentang perubahan dalam mengambil keputusan.
6. Paksaan. Taktik terakhir adalah paksaan. Berikan ancaman dan jatuhkan hukuman bagi siapapun yang menentang dilakukannya perubahan.

Pendekatan dalam Manajemen Perubahan Organisasi

Pendekatan klasik yang dikemukaan oleh Kurt Lewin mencakup tiga langkah. Pertama : UNFREEZING the status quo, lalu MOVEMENT to the new state, dan ketiga REFREEZING the new change to make it pemanent . Kalau digambarkan modelnya menjadi seperti di bawah ini.






Restraining Forces


Desire
State REFREEZING



MOVEMENT



Status
Quo UNFREEZING
Driving Forces




Time


Selama proses perubahan terjadi terdapat kekuatan-kekuatan yang mendukung dan yang menolak . Melalui strategi yang dikemukakan oleh Kurt Lewin, kekuatan pendukung akan semakin banyak dan kekuatan penolak akan semakin sedikit.

Unfreezing : Upaya-upaya untuk mengatasi tekanan-tekanan dari kelompok penentang dan pendukung perubahan. Status quo dicairkan, biasanya kondisi yang sekarang berlangsung (status quo) diguncang sehingga orang merasa kurang nyaman.

Movement : Secara bertahap (step by step) tapi pasti, perubahan dilakukan. Jumlah penentang perubahan berkurang dan jumlah pendukung bertambah. Untuk mencapainya, hasil-hasil perubahan harus segera dirasakan.

Refreezing : Jika kondisi yang diinginkan telah tercapai, stabilkan melalui aturan-aturan baru, sistem kompensasi baru, dan cara pengelolaan organisasi yang baru lainnya. Jika berhasil maka jumlah penentang akan sangat berkurang, sedangkan jumlah pendudung makin bertambah.

Selasa, 26 Mei 2009

Bahaya Rokok dan Pengeluaran Rumah Tangga

Rokok menyebabkan ketergantungan yang menjerat konsumennya tanpa pandang status sosial ekonomi penggunanya. Konsumen rokok tidak lagi mempunyai pilihan untuk menentukan apakah merokok atau menunda rokoknya demi memenuhi kebutuhan makan bagi keluarganya. Akibat ketergantungan pada rokok, kebutuhan asupan makanan bergizi bagi anak balita dalam keluarga miskin seringkali dikorbankan.
Dengan sumber daya ekonomi terbatas, 63 persen pria dewasa dari 20 persen penduduk termiskin di Indonesia mengonsumsi 12 persen penghasilan bulanannya untuk membeli rokok yang merupakan pengeluaran kedua setelah padi-padian. Data Susenas 2006 menunjukkan, pengeluaran untuk membeli rokok adalah 5 kali lebih besar dari pengeluaran untuk telur dan susu, dua kali lipat pengeluaran untuk ikan, dan 17 kali lipat pengeluaran untuk membeli daging.
Studi pada 175.859 rumah tangga miskin perkotaan di Indonesia selama tahun 1999-2003 mendapati, sebanyak 73,8 persen kepala keluarganya adalah perokok aktif, dengan pengeluaran mingguan untuk membeli rokok 22 persen yang merupakan porsi pengeluaran terbesar di atas beras. "Perilaku merokok kepala keluarga telah menggeser pengeluaran yang seharusnya untuk membeli makanan dan meningkatkan risiko gizi kurang, anak sangat kurus dan anak sangat pendek," kata Prof Farid Anfasa Moeloek.
Dalam studi sejenis pada 361.021 rumah tangga perkotaan dan pedesaan pada tahun yang sama membuktikan, kematian bayi dan balita lebih tinggi pada keluarga yang orang tuanya merokok daripada yang tidak merokok. Risiko kematian populasi balita dari keluarga perokok berkisar 14 persen di perkotaan dan 24 persen di pedesaan.
Dengan angka kematian balita 162.000 per tahun sebagaimana diungkapkan Unicef tahun 2006, maka konsumsi rokok pada keluarga miskin menyumbang 32.400 kematian tiap tahun atau hampir 90 kematian balita per hari. Dua faktor penyebab langsung kekurangan gizi pada balita adalah asupan makanan dan penyakit infeksi yang dipengaruhi kecukupan pangan, pola asuh, dan pelayanan kesehatan tidak memadai, kata peneliti dari Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia, Rita Damayanti.
Kecukupan pangan berkaitan dengan ketersediaan pangan, daya beli keluarga, dan pemanfaatan pangan. Daya beli cenderung hanya dikaitkan dengan tingkat pendapatan tanpa memperhatikan bagaimana keluarga membelanjakan uangnya sehingga uang yang tersedia menjadi tidak cukup untuk membeli makanan bergizi.
Maka dari itu, untuk mengatasi masalah ekonomi keluarga miskin dan dampak lanjutannya pada status gizi balita tidak cukup hanya dengan memberi tambahan uang (BLT) dan upaya ekonomi produkti lain tanpa intervensi pada pola pengeluaran rumah tangga, khususnya untuk membeli produk adiktif seperti rokok. "Karena itu, arus-utamakan masalah tembakau pada gerakan sadar gizi dan pencapaian sasaran pembangunan milenium (MDGs)," kata Roy Tjiong dari Hellen Keller International.
Arus-utamakan masalah tembakau pada pedoman hidup bersih dan sehat, jadikan sekolah dan tempat-tempat umum bebas rokok atau kawa san tanpa rokok, lipat gandakan cukai tembakau, dan tegakkan fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang larangan merokok dengan meratifikasi aksesi Konvensi Internasional Pengendalian Tembakau atau FCTC dan advokasi Rancangan Undang Undang Pengendalian Dampak Tembakau, ujarnya.
Sekarang pilihannya tentu bergantung kepada anda, ingin memenuhi hasrat semata atau kemauan untuk menyelamatkan kehidupan keluarga anda.

Gelisah

Semakin aku berpikir
aku semakin gelisah
Semakin aku merenung
aku semakin gelisahan
Kegelisahan apakah ini......

Menulis Karya Ilmiah

Cara Menulis Karya Ilmiah
Ilmiah populer adalah sarana komunikasi antara ilmu dan masyarakat (baca: orang awam). Sudah menjadi budaya, jurnal ilmiah ditulis dengan bahasa ilmiah untuk kalangan elit yaitu para ilmuwan yang memahami topiknya. Kalau sudah begitu jadinya, maka ilmu hanya menjadi milik ilmuwan, bukan milik masyarakat. Padahal peran utama iptek adalah untuk kemashlahatan penduduk bumi: semua makhluk hidup. Disinilah peran jurnalismus, menjadi PR iptek, menjadi sarana komunikasi antara ilmu dan masyarakat!
Karya ilmiah populer yang baik bukan berarti menulis hasil penelitian dengan lengkap. Prinsip utamanya adalah mencari sudut pandang yang unik dan cerdas, serta menggugah rasa ingin tahu pembaca awam. Sebetulnya menulis ilmiah populer mudah. Berbeda dengan menulis cerpen atau non-fiksi yang memerlukan keratifitas dan imajinasi tinggi. Dalam penulisan non-fiksi yang terpenting anda mengumpulkan fakta-fakta, menyeleksinya, menetapkan fokus dan meramu story. Beberapa tips yang dapat membantu dalam meramu karya ilmiah populer bisa anda ikuti dalam tulisan ini.(Bersambung)

Yayasan Cemas

CENTRA MASYARAKAT SEHAT (CEMAS)
ANGGARAN DASAR
BAB I
NAMA, WAKTU, DAN KEDUDUKAN


Pasal 1
Lembaga ini bernama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Centra Masyarakat Sehat yang selanjutnya disingkat CEMAS
Pasal 2
CEMAS didirikan pada tanggal 11 November 2007 di Makassar untuk jangka waktu yang tidak ditentukan
Pasal 3
CEMAS berpusat dan berkedudukan di Ibu Kota Provinsi Sulawesi Selatan atau di Makassar

BAB II
DASAR, AZAS ,SIFAT ,PRINSIP

Pasal 4
CEMAS berdasarkan UUD 1945 dan berazaskan Pancasila
Pasal 5
CEMAS bersifatkan independen,kemitraan dan terbuka
Pasal 6
CEMAS berprinsip Demokrasi Sosial,Keadilan,Transparansi,Partisipatif,Kesetaraan,profesiaonal,,kejujuran dan kesinambungan

BAB III
TUJUAN dan USAHA

Pasal 7
Tujuan
Tujuan CEMAS bertujuan pemberdayaan masyarakat Kesehatan Masyarakat,mengadakan konsultasi dan advokasi;serta pendidikan dan pelatihan dalam bidang Kesehatan Masyarakat.

Pasal 8
Usaha
Dalam mewujudkan tujuan lembaga dilakukan usaha usaha sbb:
1. Melakukan penelitian dan pengkajian dalam bidang Kesehatan Masyarakat
2. Melakukan Advokasi dan konsultasi masalah kesehatan masyarkat kepada Masyarakat.
3. Melakukan pendampingan kegiatan-kegiatan dari masyarakat terhadap masalah kesehatan masyarakat.
4. Melakukan perencanaan dan penyelenggaraan seminar,symposium,workshop Nasional dan Internasional dalam lingkup kesehatan masyarakat

BAB IV
LAMBANG

Pasal 9
1. CEMAS memiliki Lambang
2. Lambang CEMAS adalah
3. Pembuatan dan penggunanan Lambang CEMAS diatur oleh Dewan Pengurus Pusat CEMAS

BAB V
KEANGGOTAAN DEWAN PENDIRI DAN
DEWAN PENGURUS

Pasal 10
Peraturan Keanggotaan diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 11
DEWAN PENDIRI
1. Anggota Dewan Pendiri Lembaga ini tediri dari :
a. Mereka yang mendirikan Lembaga ini
b. Seseorang yang atas usul dari seseorang anggota dewan pendiri yang hendak mengundurkan diri, telah disetujui oleh rapat anggota dewan pendiri untuk menjadi penggantinya.
2. Pengangkatan dan pemberhentian dilakukan oleh rapat anggota Dewan Pendiri
3. Pemberhentian anggota dewan pendiri dilakukan karena meninggal dunia, mengundurkan diri, melakukan tindakan yang menyimpang serta merusak visi, misi citra baik lembaga.
4. Dewan pendiri berhak dan berkewajiban mengawasi jalannya lembaga.
5. Apabila dewan anggota dewan pendiri tidak aktif 6 (enam) tahun berturut-turut diharuskan mengundurkan diri dari keanggotaan Dewan Pendiri.
6. Apabila salah satu anggota dewan pendiri meninggal dunia atau mengundurkan diri maka penggantinya ditentukan oleh rapat anggota Dewan Pendiri.



Pasal 12
DEWAN PENGURUS
1. Lembaga ini diurus oleh suatu Dewan Pengurus yang terdiri dari seorang Ketua atau lebih, dibantu seorang Sekretaris atau lebih, seorang Bendahara atau lebih dan beberapa orang pembantu menurut bidang usaha dan keahliannya di bawah pengawasan Dewan Pendiri.
2. Anggota Dewan Pengurus dipilih dan diangkat dalam kedudukannya masing-masing serta ditentukan oleh Dewan Pendiri untuk 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk waktu yang sama.
3. Menyimpang dari waktu pengangkatannya, masing-masing anggota Dewan Pengurus sewaktu-waktu dapat diberhentikan oleh Dewan Pendiri dengan alasan-alasan tertentu dan yang bersangkutan harus dipanggil diminta keterangannya.
4. Dewan Pendiri dapat mengangkat beberapa Dewan Pakar, Penasehat atau Pelindung dan atau Pengawas.
BAB VI
KEWAJIBAN DEWAN PENGURUS DAN KEKUASAAN DEWAN PENGURUS

Pasal 13
KEWAJIBAN DEWAN PUNGURUS
1. Dewan Pengurus wajib menjunjung tinggi dan menjalankan peraturan-peraturan dalam Anggaran Dasar ini, serta melakukan upaya terwujudnya dan tujuan Lembaga.
2. Dewan Pengurus mengatur seperlunya dalam Anggaran Rumah tangga lembaga peraturan-peraturan pelaksanaan dari Anggaran Dasar ini dan membuat serta menyusun peraturan-peraturan yang dianggap perlu bagi lembaga dengan ketentuan tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar.
3. Peraturan-peraturan yang dimaksud dalam ayat 2 diatas baru dianggap sah setelah memperoleh persetujuan dari Dewan Pendiri.
Pasal 14
KEKUASAAN DEWAN PENGURUS
Ketua, Sekretaris dan Bendahara mewakili Dewan Pengurus dan karenannya mewakili Lembaga didalam dan diluar pengadilan tentang segala hal dan kejadian dengan hak untuk melakukan segala tindakan dan perbuatan, baik yang mengenai pengurus maupun pemilikan, menjalin kerjasama Lembaga ini dengan pihak lain maupun sebaliknya, akan tetapi dengan pembatasan, bahwa untuk :
- Meminjamkan atau meminjam uang untuk dan atas nama Lembaga.
- Membeli, menjual atau dengan cara lain melepaskan hak-hak atas kekayaan lembaga.
- Memberati Lembaga sebagai penanggung atau penjamin, diperlukan persetujuan tertulis dari Dewan Pendiri.
Surat-surat keluar yang penting ditanda tangani oleh Ketua dan Sekretaris.
Surat-surat yang mengenai penerimaan keuangan ditanda tangani oleh Ketua dan Bendahara.

BAB VII
KEORGANISASIAN

Pasal 15
Struktur Organisasi CEMAS terdiri atas:
1. Dewan Pengurus Pusat disingkat dengan DPP berkedudukan di Makassar
2. Dewan Pengurus Cabang disingkat dengan DPC berkedudukan di Kab/Prov di Wilayah RI

Pasal 16
Dewan Pengurus Pusat
1. DPP merupakan lembaga tertinggi di Tingkat Nasional
2. DPP berewenang bertindak ke dalam dan keluar untuk dan atas nama Lembaga
3. DPP bertugas melakukan koordinasi dengan Pimpinan Pengurus disemua Jenjang Organisasi
4. DPP berkewajiban melaksanakan AD, ART dan Keputusan Musyawarah Nasional serta melaksanakan Manajemen Organisasi secara terbuka, modern dan profesional
5. DPP berwenang menetapkan Pedoman dan Peraturan CEMAS yang diperlukan untuk melaksanakan Program Kerja selama tidak bertentangan dengan AD, ART dan keputusan Musyawarah Nasional.

Pasal 17
Dewan Pengurus Cabang
1. DPC berewenang bertindak ke dalam dan keluar untuk dan atas nama CEMAS Daerah /Propinsi
3. DPC bertugas melakukan koordinasi dengan Pimpinan Pengurus pada Jenjang Organisasi di Daerah /Propinsi
4. DPC berkewajiban melaksanakan AD, ART dan Keputusan Musyawarah Nasional serta melaksanakan Manajemen Organisasi secara terbuka, modern dan profesional


BAB VII
PERMUSYAWARATAN

Pasal 18
Permusyawaratan CEMAS terdiri atas:
1. Musyawarah Nasional CEMAS disingkat dengan MUNAS CEMAS
2. Musyawarah Nasional Luar Biasa CEMAS disingkat dengan MUNASLUB CEMAS
3. Rapat Kerja Nasional disingkat dengan RAKERNAS CEMAS
4. Rapat Pengurus sesuai dengan jenjang organisasi

Pasal 19
Munas
1. Munas adalah forum pemegang kekuasaan tertinggi Lembaga
2. Munas diadakan minimum sekali dalam 5 (lima) tahun
3. Munas dilaksanakan oleh DPP

Pasal 20
Wewenang Munas
Munas mempunyai wewenang:
1. Memilih, mengesahkan dan menetapkan Ketua Umum dan Sekjen DPP
2. Mengubah, mengesahkan dan menetapkan Anggaran Dasar CEMAS
3. Mengubah, mengesahkan dan menetapkan Anggaran Rumah Tangga CEMAS
4. Menetapkan Pokok-pokok Program Kerja DPP
5. Membahas, menilai dan mengesahkan pertanggung-jawaban DPP
6. Membuat dan menetapkan keputusan-keputusan Munas untuk dilaksanakan oleh seluruh Jajaran Organisasi

Pasal 21
Munaslub
Dalam keadaan mendesak, CEMAS dapat menyelenggarakan Musyawarah Luar Biasa dengan ketentuan sebagai berikut:
1. MUNASLUB dapat dilaksanakan atas permintaan tertulis lebih dari 2/3 (dua per tiga) jumlah Pengurus Cabang CEMAS
2. MUNASLUB diselenggarakan oleh Dewan Pengurus Pusat
3. MUNASLUB mempunyai wewenang mengganti Ketua Umum dan atau Sekjen CEMAS.
4. MUNASLUB mempunyai wewenang mengubah, mengesahkan dan menetapkan Anggaran Dasar dan/atau Anggaran Rumah Tangga CEMAS

Pasal 22
Rakernas
1. RAKERNAS adalah Rapat Kerja yang diselenggarakan oleh Dewan Pengurus Pusat serta dihadiri oleh Dewan Pengurus Daerah
2. RAKERNAS diselenggarakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali setahun

Pasal 23
Wewenang Rakernas
Rakernas mempunyai wewenang:
1. Mengevaluasi Pokok-pokok Program Kerja DPP
2. Mengevaluasi pelaksanaan keputusan-keputusan Munas yang dilaksanakan oleh seluruh Jajaran Organisasi
3. Menetapkan rekomendasi kebijakan yang dianggap perlu


Pasal 24
Rapat Pengurus
1. Rapat Pengurus adalah Rapat Kerja yang diselenggarakan oleh Dewan Pengurus pada masing-masing jenjang organisasi.
2. Rapat Pengurus merupakan Rapat Pimpinan dan/atau beserta jajaran struktur kepengurusan pada masing-masing jenjang organisasi yang diselenggarakan sekurang-kurangnya 4 (empat) kali dalam setahun

BAB VIII
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Pasal 25
1. Keputusan sidang/rapat CEMAS disemua jenjang organisasi diambil secara musyawarah mufakat
2. Apabila tidak tercapai mufakat, keputusan diambil dengan suara terbanyak (voting)

BAB X
KEUANGAN DAN KEKAYAAN

Pasal 26
Keuangan
Sumber keuangan CEMAS diperoleh dari :
1. Uang Iuran Anggota
2. Sumbangan yang bersifat tidak mengikat
3. Pendapatan lain dari usaha yang sah dan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku di Republik Indonesia

Pasal 27
Kekayaan
1. Semua harta kekayaan CEMAS harus diaudit oleh akuntan publik setiap tahun
2. Semua harta kekayaan CEMAS dikelola oleh DPP, DPC


BAB IX
PEMBUBARAN

Pasal 28
Pembubaran CEMAS hanya dapat dilakukan dalam Munas yang diadakan khusus untuk itu, dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) Dewan Pengurus Cabang dan 2/3 (dua per tiga) sekurang-kurangnya 2/3 anggota yang hadir.

BAB X
KETENTUAN KHUSUS

Pasal 29
Apabila terjadi perbedaan tafsir mengenai suatu ketentuan dalam AD dan ART, maka tafsir yang sah adalah yang ditetapkan oleh Dewan Pertimbangan dan dipertanggungjawabkan dalam Munas


BAB XI
ATURAN PERALIHAN

Pasal 30
1. AD ini mulai berlaku sejak ditetapkan tanggal 11 November 2007

BAB XII
KETENTUAN PENUTUP


Pasal 31
1. Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Dasar ini akan diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga.
2. Anggaran Dasar ini hanya dapat dirubah oleh Munas.


Ditetapkan di : Makassar
Pada tanggal : 11 November 2007

Pimpinan Musyawarah Nasional Cemas


Adam Badwi, SKM, MM
Lampiran

Komposisi Dewan Pendiri LSM CEMAS

Ketua : Andi Asri, SKM
Sekretaris : Adam Badwi, SKM, MM
Anggota : Lisa Purwati, SE

Pembekalan Magang

Pembekalan Magang FKM UVRI
Labkom 2009
Konsep Magang
Magang merupakan mata kuliah yang berfokus pada pembelajaran lapangan untuk memberikan pengalaman kepada mahasiswa dalam pengelolaan program kesehatan di Institusi
Magang diklasifikasi dalam tiga jenis yaitu magang tugas belajar, reguler dan studi banding
Magang Tugas Belajar
Model magang Tuga Belajar adalah Model Magang yang diperuntukkan bagi Mahasiswa yang tugas belajar dari Institusi Kesehatan.
Model ini dimaksudkan untuk melakukan penyesuaian dan pengembangan TUPOKSI dan KOMPETENSI mahasiswa.
Diharapkan dengan kegiatan magang akan berkembang suatu analisis tentang KELEMAHAN dari KINERJA dan FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA.
Magang Reguler
Magang Reguler adalah Model Magang yang diperuntukkan bagi mahasiswa yang non-tugas belajar atau mahasiswa yang tidak memiliki latar belakang tugas pada institusi kesehatan.
Diharapkan dengan kegiatan magang ini akan memberikan proses adaptasi dan pengenalan pada bidang tugas tertentu pada sektor kesehatan.
Institusi yang ditawarkan sebagai tempat magang reguler adalah:
(a). Puskesmas
(b). LSM/NGO Sektor Kesehatan
(c). Lembaga Yang Berorientasi Pada Sektor Kesehatan
Magang Studi Banding
Magang studi banding adalah magang yang bertujuan untuk mempelajari sistem kelembagaan dan program kesehatan yang sedang berjalan pada wilayah tertentu.
Magang ini diberlakukan pada seluruh mahasiswa yang berminat dengan ketentuan bahwa telah memenuhi syarat akademik dan ketentuan lain yang akan diatur pada bagian lain panduan ini.
Syarat Peserta
Syarat Akademik
Jumlah SKS yang harus diperoleh oleh calon peserta magang minimal 120 SKS
Syarat Akademik
KRS (mata kuliah magang diprogram pada KRS)
Bukti pembayaran magang
Memperoleh persetujuan lokasi magang (surat permohonan terlampir)
Pelaksanaan magang Tugas Belajar
Melakukan Adaptasi lingkungan kerja
Mempelajari Proses Kerja berdasarkan kompetensi jurusan
Mengaplikasikan Ilmu Secara Bertahap
Melakukan Evaluasi dan Mencatatat Segala Proses Penting yang Ditemui
Pelaksanaan magang Reguler (Health Education School)
Untuk memberikan kemampuan kepada mahasiswa dalam pembinaan Unit Kesehatan Sekolah
Untuk memberikan kemampuan kepada mahasiswa dalam pembimbingan guru pendidikan jasmani dan kesehatan
Untuk memberikan kemampuan kepada mahasiswa dalam pelaksanaan pendidikan kesehatan bekerjasama dengan institusi kesehatan.
Untuk memberikan kemampuan kepada mahasiswa dalam membentuk peer educator anti narkoba dan HIV/AIDS
Ruang Lingkup Program
Pembinaan unit kesehatan sekolah (UKS)
Pembimbingan guru penjankes
Pendidikan kesehatan sekolah
Pembentukan Peer Educator anti narkoba dan HIV/AIDS
Metode Program
Pendampingan
Pendidikan dan Pelatihan
Pengembangan Kerjasama antara komponen kesehatan dengan sekolah
Alur Kegiatan Magang
Melakukan kontak dengan pihak sekolah
Menyusun Rencana Kerja
Melakukan sosialisasi dengan siswa dan guru
Melaksanakan kegiatan magang, yaitu:
Pembinaan unit kesehatan sekolah (UKS)
Pembimbingan guru penjankes
Pendidikan kesehatan sekolah
Kampanye anti narkoba dan HIV/AIDS
Menyusun rekemondasi dan laporan magang

Senin, 25 Mei 2009

Abstrak

ABSTRAK

Adam Badwi, Analisis Pengaruh Faktor Promosi Terhadap Keputusan Mahasisswa Dalam Memilih Jasa Pendidikan Pada FKM UVRI Makassar.
(Dibimbing oleh Ahmad Musseng dan J.A.A. Makaliwe)
Penelitian ini bertujuan untuk : 1) Mengetahui signifikansi pengaruh faktor promosi berupa periklanan, hubungan masyarakat, dan status akreditasi terhadap keputusan mahasiswa dalam memilih jasa pendidikan pada FKM UVRI Makasssar, dan 2). Mengetahui faktor promosi yang berpengaruh dominan terhadap keputusan mahasiswa dalam memilih jasa pendidikan pada FKM UVRI Makassar.
Metode analisis yang digunakan adalah regresi berganda dengan menggunakan SPSS
Hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1). Faktor promosi berupa periklanan, hubungan masyarakat, dan status akreditasi berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan mahasiswa dalam memilih jasa pendidikan pada FKM UVRI Makassar. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Uji F hitung > F tabel dan probabilitas kesalahan < 5%, dan 2). Faktor promosi yang berpengaruh dominan terhadap keputusan mahasiswa dalam memilih jasa pendidikan pada FKM UVRI adalah variabel hubungan masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan nilai uji t dimana besar pengaruh hubungan masyarakat sebesar 14,4%.

Abstrak

DAFTAR PUSTAKA

Ali Lukman. (1996). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi kedua. Jakarta : Balai Pustaka. Hal 656.

Andriyani, RB. (1997). Analisa Pasien Rawat Inap RSUD dr Muardi Surakarta. Yogyakarta. Hal 38 – 42.

Arikunto S (1998). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta. Hal 349.

Arikunto S (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta. Hal 123, 210 – 211, 265

Azwar Azrul. (1996). Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta : Binarupa Aksara. Hal 48 – 49, 51

Dinarsari E. (2003). Analisa Kepuasan dan Harapan Pelanggan dalam rangka Peningkatan Loyalitas Pelanggan Kelas Utama RS Panti Rahayu Purwodadi. Jurnal Administrasi dan Kebijakan Kesehatan 1. Hal 36-41.

Gaffar La Ode. (1999). Pengantar Keperawatan Profesional. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 31 – 32.

Gerson, R.F. (2002). Mengukur Kepuasan Pelanggan : Panduan Menciptakan Pelayanan Bermutu, Jakarta : Penerbit PPM . Hal 3, 5, 11, 24, 69.

Gillies, Dee Ann. (1994). Manejemen Keperawatan Suatu Pendekatan Sistem. Philadelphia : WB Sounders Company.

Hidayat. A.A (2003). Riset Keperawatan dan Tekhnik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika. Hal 35.

Kotler P. (1999). Manajemen Pemasaran, Edisi Keenam. Jakarta : Penerbit Erlangga. Hal 75, 168, 204.

Kozier Barbara,Erb Glenora. (1991). Fundamental of Nursing Concept and Procedure. California : Addison Weshley. Hal 23, 45.

Monika EL. (1998). Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 55, 196, 244.

Muninjaya. G.A (2004). Manajemen Kesehatan, Edisi 2, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 238 – 240.

Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metododologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pedoman Skripsi, tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan, Edisi pertama. Jakarta. Salemba Medika. Hal 79, 102.

Nursalam. (2002). Manajemen Keperawatan : Aplikasi dalam Praktek Keperawatan Profesional, Edisi Pertama. Jakarta. Salemba Medika. Hal 89, 139, 172 – 173.

Nursalam (2004). Penegembangan dan Penerapan Psikoneuroimunologi : Model Asuhan keperawatan Pasien di Rumah Sakit terhadap Modulasi Respon Imun, Simposium perdana Psikoneuroimunologi. Surabaya. Hal 89 – 90.

Nursalam & Pariani. (2001). Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta : CV. Sagung Seto. Hal 64, 66.

Notoatmojo S. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan, Edisi kedua. Rineka Cipta, Jakarta.

Parasuraman, A., Et.Al. (1988). Servequal : A Multiple-Item Scale For Measuring Consumer Perception Of Service Quality, Journal Of Retailing.

Pratiknya A.W. (1986). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : CV. Rajawali. Hal 57.

Sabarguna B.S. (2004). Manajemen Operasional Rumah Sakit. Yogyakarta : KONSORSIUM RSI Jateng. Hal 38, 45.

Santoso Singgih (2004). Mengatasi Berbagai Masalah Statistik dengan SPSS versi 11.5. Jakarta : PT Alex Media Komputindo. Hal 359 – 364, 383 – 386.

Setiadi.J.N. (2003). Perilaku konsumen : Konsep dan Implikasi untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran. Jakarta : Kencana. Hal 46, 67-68.

Soetopo. (1999). Pelayanan Prima. Jakarta : LAN. Hal 28

Stoner (1996). Manajemen. Jilid 1. Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer. Hal 209, 221.

Sudjana. (1995). Metoda Statistika. Edisi Keenam. Bandung : Penerbit Tarsito. Hal 347, 354.

Sugiyono (2002). Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta. Hal 216, 259, 261.

Suprianto S. (2004). Competitive Advantages Through Customer Satisfaction Index. Jurnal Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.2 (1: 71-76)

Susilowati (1999). Makalah seminar Relationship Marketing untuk Rumah Sakit. Yogyakarta : Pusat Manajemen Pelayanan kesehatan FK-UGM. Hal 16.

Tjiptono F. (2000). Perspektif Manajemen dan Pemasaran Kontemporer. Yogjakarta : Penerbit Andi. Hal 135.

Tjiptono F. (2001). Prinsip-Prinsip Total Quality Service (TQM). Yogyakarta : Penerbit Andi. Hal 11, 125.

Tjiptono F. (1997). Strategi Pemasaran. Yogjakarta : Penerbit Andi. Hal 78, 98.

Umar Husein. (2003). Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen. Jakarta : Gramedia. Hal 214-215.

Wijono Djoko. (1997). Manajemen kepemimpinan dan organisasi kesehatan. Surabaya : Airlangga University Press. Hal 144, 145, 231.

Wijono Djoko. (1999). Manajemen mutu pelayanan kesehatan. Surabaya : Airlangga University Press. Hal 4, 13, 40 – 41.

-----(2001). Kiat merangkul Pelanggan.http//www.astaga.com/karir/article. Tanggal 17 Jan 2001 09:36 WIB.

-----(2004). Buku Panduan Penyusunan Proposal dan Skripsi. Surabaya : Penerbit Team PSIK UNAIR. (Hal 25 – 26).

-----(2003). Hospital Information System Quality : A Customer Satisfaction Assessment Tool. http//csdl.computer.org. Tanggal 23 Maret 2003 11:15 WIB.

----(2004). Pasien mengeluh terhadap pelayanan RSUD Ulin Banjarmasin. Banjarmasin Post. 12 Maret

ESTABLISHMENT OF INDIVIDUAL CONSONANCE IN MAKASSAR MUSLIM COMMUNITIES ON CONDOMS THROUGH LOCAL FUNCTION INSTITUTION Adam Badwi, Munadh...