Minggu, 26 Oktober 2014

Fenomenologi, Makalah Mata Kuliah Filsafat Ilmu Sosial

Fenomenologi
 Makalah Mata Kuliah Filsafat Ilmu Sosial
Latar Belakang
            Pada dasarnya landasan teoritis dari penelitian kualitatif bertumpu secara mendasar pada fenomenologi. Peneliti yang baik menyadari dasar orientasi teoritisnya dan memanfaatkannya dalam pengumpulan dan analisis data. Teori membantu menghubungkannya dengan data, menunjang pendekatan kualitatif namun yang menjadi landasan pokoknya adalah fenomenologi.
            Metode ini sangat penting di dalam filsafat, dan juga di dalam penelitian ilmu-ilmu sosial. Di dalam pemikiran Husserl, fenomenologi tidak hanya berhenti menjadi metode, tetapi juga mulai menjadi ontologi. Muridnya yang bernama Heideggerlah yang nantinya akan melanjutkan proyek itu.
            Cita-cita Husserl adalah membuat fenomenologi menjadi bagian dari ilmu, yakni ilmu tentang kesadaran (science of consciousness). Akan tetapi pendekatan fenomenologi berusaha dengan keras membedakan diri dari epistemologi tradisional, psikologi, dan bahkan dari filsafat itu sendiri. Namun sampai sekarang definisi jelas dan tepat dari fenomenologi belum juga dapat dirumuskan dan dimengerti, bahkan oleh orang yang mengklaim menggunakannya.

Pembahasan
Konsep Fenomenologi
Fenomenologi (Inggris: Phenomenology) berasal dari bahasa Yunani phainomenon dan logos. Phainomenon berarti tampak dan phainen berarti memperlihatkan. Sedangkan logos berarti kata, ucapan, rasio, pertimbangan. Dengan demikian, fenomenologi secara umum dapat diartikan sebagai kajian terhadap fenomena atau apa-apa yang nampak. Lorens Bagus memberikan dua pengertian terhadap fenomenologi. Dalam arti luas, fenomenologi berarti ilmu tentang gejala-gejala atau apa saja yang tampak. Dalam arti sempit, ilmu tentang gejala-gejala yang menampakkan diri pada kesadaran kita.
Sebagai sebuah arah baru dalam filsafat, fenomenologi dimulai oleh Edmund Husserl (1859 – 1938), untuk mematok suatu dasar yang tak dapat dibantah, ia memakai apa yang disebutnya metode fenomenologis. Ia kemudian dikenal sebagai tokoh besar dalam mengembangkan fenomenologi. Husserl meyakini bahwa titik awal dari pengetahuan adalah “pengalaman seseorang akan suatu fenomena (gejala)”. Jika seseorang secara sadar diminta untuk memokuskan perhatiannya pada suatu hal atau objek kemudian diminta mengemukakan sensasi, persepsi, dan gagasannya terhadap hal atau objek tersebut, maka akan diperoleh deskripsi tentang hal tersebut (Salam, 2013)
Fenomenologi diartikan sebagai: 1) pengalaman subjektif atau pengalaman fenomenologikal: 2) suatu studi tentang kesadaran dari perspektif pokok dari seseorang. (Moleong, 2012)
Istilah fenomenologi sering digunakan sebagai anggapan umum untuk menunjuk pada pengalaman subjektif yang ditemui. Dalam arti yang lebih khusus, istilah ini mengacu pada penelitian terdisplin tentang kesadaran dari perspektif seseorang (Moleong, 2012)

Fenomenologi sebagai Metode dan Filsafat
Fenomenologi merupakan metode dan filsafat. Sebagai metode, fenomenologi membentangkan langkah-langkah yang harus diambil sehingga kita sampai pada fenomena yang murni dan sebagai filsafat,  fenomenologi berusaha untuk mencapai pengertian yang sebenarnya dengan cara menerobos semua fenomena yang menampakkan diri menuju kepada bendanya yang sebenarnya. Usaha inilah yang dinamakan untuk mencapai “Hakikat segala sesuatu”.
Fenomenologi memiliki riwayat yang cukup panjang dalam penelitian social termasuk psikologi, sosiologi dan pekerjaan social. Fenomenologi merupakan pandangan berpikir yang menekankan pada focus kepada pengalaman-pengalaman subjektif manusia dan interpretasi-interpretasi dunia. Dalam hal ini, para Fenomenologis ingin memahami bagaimana dunia muncul kepada orang lain.
Sebagai bidang filsafat modern, Fenomenologi menyelidiki pengalaman kesadaran yang berkaitan dengan pertanyaan seperti: bagaimana pembagian antara subjek (ego) dengan objek (dunia) muncul dan bagaimana sesuatu hal di dunia ini diklasifikasikannya.
Sejak para peneliti sejarah lebih banyak mendalami kesadarab manusia para pelaku sejarah, beberapa ahli sejarah kemudian berbalik arah ke metode Fenomenologis yang ternyata banyak membantu mereka.
Para Fenomenologis berasumsi bahwa kesadaran bukanlah dibentuk karena kebetulan dan dibentuk oleh sesuatu hal lainnya daripada dirinya sendiri. Demikian juga dalam kehidupan sehari-hari, seseorang tidak ada control diri terhadap kesadaran terstruktur. Husserl menyatakan bahwa filosofinya merupakan strategi untuk mengamankan kesadaran dan dunia kebermaknaan serta nilai-nilai yang hidup dalam kehidupan sehari-hari dari teori teori-teori relavitasme yang ada dalam bentuk ilmi pengatahuan alam mekanistik (Moleong, 2012)

Ciri Pokok Fenomenologi
Beberapa ciri pokok fenomenologi yaitu (Moleong, 2012) :
1.    Fenomenologis cenderung mempertentangkannya dengan naturalism yaitu yang disebut objektivisme dan positivisme yang telah berkembang sejak zaman Renaisans dalam ilmu pengetahuan modern dan teknologi.
2.    Secara pasti, Fenomenologis cenderung memastikan kognisi yang mengacu pada apa yang dinamakan oleh Husserl, Evidenz yang yang dalam hal ini merupakan kesadaran tentang sesuatu benda itu sendiri secara jelas dan berbeda dengan yang lainnya dan mencakupi untuk sesuatu dari segi itu.
3.    Fenomenologis cenderung percaya bahwa bukan hanya sesuatu benda yang ada dalam dunia alam dan budaya.



Epoche dalam Fenomenologi
Husserl menekankan satu hal penting yaitu penundaan keputusan (epoche). Epoche atau dikurung dulu dalam kaitan dengan status atau referensi ontologis atau eksistensial objek kesadaran. Selanjutnya, menurut Husserl, epoche memiliki empat macam, yaitu :
1. Method of historical bracketing; metode yang mengesampingkan aneka macam teori dan pandangan yang pernah kita terima dalam kehidupan sehari-hari, baik dari adapt, agama maupun ilmu pengetahuan.
2. Method of existensional bracketing; meninggalkan atau abstain terhadap semua sikap keputusan atau sikap diam dan menunda.
3. Method of transcendental reduction; mengolah data yang kita sadari menjadi gejala yang transcendental dalam kesadaran murni.
4. Method of eidetic reduction; mencari esensi fakta, semacam menjadikan fakta-fakta tentang realitas menjadi esensi atau intisari realitas itu.

Kritik kepada Fenomologi
Dibalik kelebihan-kelebihannya, fenomenologi sebenarnya juga tidak luput dari berbagai kelemahan. Tujuan fenomenologi untuk mendapatkan pengetahuan yang murni objektif tanpa ada pengaruh berbagai pandangan sebelumnya, baik dari adat, agama, ataupun ilmu pengetahuan, merupakan sesuatu yang absurd. Sebab fenomenologi sendiri mengakui bahwa ilmu pengetahuan yang diperoleh tidak bebas nilai (value-free), tetapi bermuatan nilai (value-bound). Hal ini dipertegas oleh Derrida, yang menyatakan bahwa tidak ada penelitian yang tidak mempertimbangkan implikasi filosofis status pengetahuan. Kita tidak dapat lagi menegaskan objektivitas atau penelitian bebas nilai, tetapi harus sepenuhnya mengaku sebagai hal yang ditafsirkan secara subjektif dan oleh karenanya status seluruh pengetahuan adalah sementara dan relatif. Sebagai akibatnya, tujuan penelitian fenomenologis tidak pernah dapat terwujud.
Selanjutnya, fenomenologi memberikan peran terhadap subjek untuk ikut terlibat dalam objek yang diamati sehingga jarak antara subjek dan objek yang diamati kabur atau tidak jelas. Dengan demikian, pengetahuan atau kebenaran yang dihasilkan cenderung subjektif, yang hanya berlaku pada kasus tertentu, situasi dan kondisi tertentu, serta dalam waktu tertentu. Dengan ungkapan lain, pengetahuan atau kebenaran yang dihasilkan tidak dapat digenaralisasi.

Kesimpulan
1.      Fenomenologi hendak menganalisis dunia kehidupan manusia sebagaimana secara subyektif maupun intersubyektif dengan manusia lainnya. Secara subyektif adalah pengalaman pribadi kita sebagai manusia yang menjalani kehidupan. Secara obyektif adalah dunia di sekitar kita yang sifatnya permanen di dalam ruang dan waktu. Dan secara intersubyektitas adalah pandangan dunia semua orang yang terlibat di dalam aktivitas sosial di dalam dunia kehidupan. Interaksi antara dunia subyektif, dunia obyektif, dan dunia intersubyektif inilah yang menjadi kajian fenomenologi.


2.      Fenomenologi membuka kesadaran baru di dalam metode penelitian dan filsafat ilmu-ilmu sosial. Kesadaran bahwa manusia selalu terarah pada dunia, dan keterarahan ini melibatkan suatu horison makna yang disebut sebagai dunia kehidupan. Di dalam konteks itulah pemahaman tentang manusia dan kesadaran bisa ditemukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ESTABLISHMENT OF INDIVIDUAL CONSONANCE IN MAKASSAR MUSLIM COMMUNITIES ON CONDOMS THROUGH LOCAL FUNCTION INSTITUTION Adam Badwi, Munadh...