Tugas Abstraksi
Adam Badwi/
13A06004
Pendidikan
Doktor Sosiologi PPS UNM
Sosiologi
Desa
Revolusi Senyap dan Tarian
Kompleksitas
Pengantar
Desa Sebagai
Ontologi
Desa
sebagai statika melingkupi aspek hukum dan adminitsrasi, aspek geografis, aspek ekonomis, aspek
sosiologi, aspek budaya serta aspek ekologis. Sosiologi desa tidak terhindarkan
dalam rentang elektika dengan berbagai aspek tersebut diatas. Keseluruhan aspek dipahami secara berkelindan
dalam kontruksi sosial atas realitas desa.
Desa
sebagai dinamika melingkupi evolusi desa, involusi desa dan revolusi desa. Evolusi desa merupakan gerak perubahan dalam
arah dan kecepatan alamiah yang lahir dari saling pengaruh atas multi varibel
secara gradual pada ruang lokalnya. Evolusi menjadi spirit bagi bergeraknya
perubahan melalui inovasi. Desa berproses dari ciri pra desa, desa swadaya,
desa swakarya dan desa swasembada.
Involusi desa merupakan evolusi yang terlambatkan, lebih lambat dari evolusi
alamiah. Sementara itu, revolusi desa merupakan evolusi yang terakselerasi, perubahan
yang mengguncangkan.
Desa sebagai Realitas Kompleks
Multi
aspek Desa sebagai statitika dan multi proses Desa sebagai dinamika memunculkan
multi konstruksi bagi realitas atas Desa. Desa di Indonesia tidak bisa lagi sepenuhnya
dilihat dalam persepektif simplisitas (simplicity) dan keteraturan (order)
seperti pesepektif sebelumnya. Desa menjadi semakin kompleks dan tidak
terartur. Desa tidak lagi dalam satu formasi sosial, tetapi melibatkan banyak
formasi sosial seperti keterlibatan artikulasi dan koeksistensi tata produksi,
komersial, kapitalis bahkan hiper kapitalis dalam suatu multi kompleksitas.
Desa
tidak lagi berkembang dalam dominasi ilmu pengetahuan ilmiah, tetapi telah
terpromosikan kekuatan pengetahuan kekhususan/kelokalan desa. Akhirnya, desa
telah menjelma sebagai panggung kontestasi beragam pengetahuan. Realitas desa
direduksi dalam bagian utuh dan dianalisis dalam hubungan kausalitas linear dan
teratur antar faktor, dikaji sebagai obyek terpisah dari
peneliti/pengamat/pengkajiannya.
Revolusi Senyap
Revolusi
sebagai perubahan sosial berlangsung dalam diam tanpa harus terjadinya konflik
sosial ataupun gerakan sosial. Revolusi senyap adalah perubahan cepat dan
mendasar tanpa disertai hiruk pikuk gerakan sosial, penumbang rezim ataupun
pembongkaran sistem. Hal ini
tergambarkan dalam situasi ketika padi di desa persawahan dan dataran rendah
serta kakao pada desa dataran tinggi dan pinggir hutan mengalami kemajuan dalam
revolusi hijau ataupun ketika penangkapan ikan, budidaya tambak dan rumput laut
mengalami kemajuan dalam revolusi biru. Kedua revolusi ini berbasis pada
kekuatan pengetahuan yang bersumber dari pengalaman secara kontekstual,
bergerak dengan proyek, bantuan dan intervensi.
Revolusi
desa juga terjadi ketika desentralisasi dan otonom daerah berlangsung secara
bing-bang. Terbukanya katup-katup katarsis provinsi baru, kabupaten baru,
kecamatan baru dan desa/keluhan baru. Revolusi senyap juga terjadi dengan
kehirukpikukan partai politik yang tentu saja bersama dengan gerak aktornya.
Iniah
kesenyapan desa yang berlangsung dalam perubahan yang sangat subsantif, cepat
serta menyentuh akar kemasyarakat dan kebudayaan rakyat.
Typologi Desa
1.
Desa
Persawahan dan Dataran Rendah
a. Desa yang menjadi pusat dan prioritas.
Sebagai desa
yang memiliki nilai strategis dalam sejarah bangsa Indonesia karena desa persawahan
menjadi pusat revolusi hijau. Dimulai sejak Orde Baru mengimplementasikan
Repelita dengan revolusi hijau sebagai wacana dominan. Desa persawahan
merupakan katup pengaman dari ancaman krisis pangan pada waktu itu. Semantara
itu, pertumbuhan penduduk cenderung meningkat. Sehingga revolusi hijau yang
mengetengahkan aplikasi inovasi dan perubahan teknologi maka pertumbuhan
pangan mampu mengejar deret hitung
pertumbuhan penduduk sehingga revolusi sosial akibat kekurangan pangan dapat
dihindari.
Desa
persawahan juga memiliki nilai strategis lain yaitu memiliki kondisi ekologis
yang relative stabil. Dinamika populasi, struktur sosial, pengetahuan dan
teknologi, mata pencaharian dan pandangan hidup pada sistem sosialnya saling
menyesuaikan dengan dengan dinamika iklim, tanah, air, udara, dan vegetasi pada
sistem fisiknya.
Desa
persawahan memiliki tekanan populasi yang tinggi sehingga pertumbuhan penduduk
lebih tinggi dibandingkan dengan tipe desa lain. Akibatnya, memaksa penduduk
untuk berimigrasi ulang-alik atau permane ke pusat bahkan bertansmigrasi
membentuk desa baru di Indonesia. Dari desa persawahan ini pulalah yang melahirkan
tenaga kerja perempuan baik dalam negeri maupun di luar negeri sebagai pembantu
Rumah Tangga yang oleh mereka disebut Migran Care Indonesia.
Desa persawahan dekat dengan
kota. Desa persawahan sebagian besar dekat dengan intensif bersentuhan dengan kota
provinsi, kabupaten hingga kecamatan dibandingkan dengan desa tipe lain yang
terpinggirkan dan terisolasi dengan kota. Desa persawahan pulalah yang
mempertemukan tradisi luhur perkotaan yang besar dengan tradisi luhur desa yang
kecil hingga paling intensif dipengaruhi
oleh gaya hidup perkotaan dan alam pikir kosmopilitan, Desa ini pula yang
paling banyak dikunjungi pejabat, menjadi objek penelitian, lokasi proyek
percontohan dan akhirnya sebagai ajang perebutan suara para politikus.
Desa persawahan relatif terpenuhi
kebutuhan infrastruktur dan pelayanan dasarnya. Desa persawahan memiliki
penduduk dengan angka melek huruf, rata-rata lama sekolah, angka harapan hidup
dan akses ke luar wilayah yang lebih baik.
Desa persawahan lebih cepat
menerima inovasi dari luar disbanding tipe desa lainnya. Selain inovasi teknis
hibrida, pupuk sintesis, pestisida/insektisida/fungisida, irigasi dan cara
tanam, juga inovasi sosial dlam bentuk kelembagaan kelompok tani, gabungan
kelompok tani, perkumpulan petani pemakai air, koperasi unit desa, badan usaha
unit desa, kelompok swadaya masyarakat dan badan keswadayaan masyarakat.
Desa ini telah
mengalami perubahan sosial-ekonomi dibalik keberlangsungan revolusi hijau.
Peningkatan produksi dan pendapatan telah berlangsung siginifikan akibat
penggunaan sarana dan teknologi modern. Mobilitas baik ekonomi maupun sosial
serta perubahan jaraknya terjadi baik antar individu, golongan, strata, dan
kelas.
Desa ini telah
mengalami perubahan ekologis dibalik keberlangsungan revolusi hijau. Manipulasi
genetik melalui penggunaan varietas hibrida dan bibit transgenik, manipulasi
hara dalam tanah melalui penggunaan pupuk sintesis serta manipulasi musuh alami
bagi hama tanaman melalui pestisida. Akibatnya, terjadi pencemaran tanah, air
dan udara, perubahan struktur, tekstur dan porositas tanah, berkurangnya
kualitas dan keragaman hayati, perubahan iklim mikro dan terkandungnya residu
racun dalam bahan pangan yang dihasilkan desa.
b.
Kajian
Paradigma
1).
Teori Liberal
Positivistik
Desa
persawahan memiliki nilai strategis dalam sejarah bangsa Indonesia karena desa
persawahan menjadi pusat revolusi hijau. Dimulai sejak Orde Baru
mengimplementasikan Repelita dengan revolusi hijau sebagai wacana dominan. Desa
persawahan merupakan katup pengaman dari ancaman krisis pangan pada waktu itu.
Semantara itu, pertumbuhan penduduk cenderung meningkat. Sehingga revolusi
hijau yang mengetengahkan aplikasi inovasi dan perubahan teknologi maka
pertumbuhan pangan mampu mengejar deret hitung pertumbuhan penduduk sehingga
revolusi sosial akibat kekurangan pangan dapat dihindari.
Pasar
Dengan
revolusi hijau, desa persawahan sangat terkait dengan pasar sehingga perilaku
ekonominya bisa kondusif dengan prinsip ekonomis pasar seperti dilakukannya
tindakan menabung, investasi dan cari laba. Dalam asumsi petani rasional,
inovasi dihantarkan dari luar kedalam petani. Komunitas petani diposisikan
sebagai system sosial yang perlu menerima inovasi dari system luarnya, dimana
lembaga penelitian ditempatkan sebagai sumber pesan, inovasi sebagai isu pesan
dan penyuluh sebagai saluran pesan serta petani sendiri sebagai penerima pesan.
Masyarakat,
pasar, hak individual
Sebagai
desa yang dipusatkan dalam pembangunan, masyarakat desa persawahan terenuhi
kebutuhan infrastruktur dan pelayanan dasarnya. Kebutuhan masyarakat desa akan
trasportasi, energy, komunikasi, informasi, pasar dan perbankan relatif
tersedia. Kebutuhan pelayanan atas pendidikan, kesehatan dan administrasi
public juga demikian tersedia. Sehingga angka melek huruf, tingkat pendidikan,
angka harapan hidup individu warga desa menjadi lebih baik termasuk akses ke
luar wilayah.
Bagaimana
desa/warga desa berkembang melalui kombinasi modal dan teknologi serta tindakan
individu dan Negara
Desa persawahan bersama warga desa
persawahan menghadapi perubahan dari ekonomi tradisional menjadi ekonom pasar. Warga
desa tidak selamanya bergantung pada moral kolektivitas desa, warga desa
memiliki kemampuan adaptasi sehingga perilaku ekonominya bisa kondusif dengan prinsip
ekonomi pasar. Pada aspek penyuluhan
pertanian, model tentang diri petani (peasant model) dan model tentang
penerimaan inovasi (adoption model) telah mengantarkan transformasi dari budaya
familisme tinggi, fatalistik, jauh dari inovasi menuju pada budaya
komersialisme melalui sejumlah pesan inovatif dari penyuluh pertanian. Lembaga
penelitian internasional, departemen pertanian dan perguruan tinggi,
perusahaan-perusahaan multinasional telah bahu membahu bersama ribuan penyuluh
pertanian membawa pengetahuan ilmiah hasil penelitian yang mengisi kognisi
warga desa untuk mendorong perubahan. Disisi lain, pengetahuan asli petani dan
warga desa yang sebelumnya tradisional dala pertanian bersama nilai norma,
pranata dan kelembagaan lokal asli digeser dalam posisi paling pinggir dan
paling minimal.
Kemajuan
teknologi, pertumbuhan ekonomi dan penerimaan mekanisme pasar pada masyarakat
desa.
Mengiringi
revolusi hijau, proses pasarisasi dan monetisasi perekonomian melanda desa
persawahan. Agar perangkat teknis dan sosia kelembagaan bisa fungsional, aliran
uang dari pusat ke desa diintensifkan, pergerakan uang menjadi lebih dinamis.
Terdapat tambahan kekayaan baru sehingga beberapa kelompok bisa melakukan
reakumulasi modal dan perlipatan keuntungan, kapitalisme pertanian mulai mewarnai
feodalisme desa.
2). Teori Marxis
Realisitik
dialektika
Keberlangsungan
revolusi hijau pada desa persawahan, menjadi cikal bakal diferensiasi sosial
yang termanifestasi pada pikiran ekonomi politik radikal, diseminasi teknologi
pertanian keperdesaan tidaklah netral skala melainkan memberikan kesempatan
besar bagi petani berlahan luas untuk menerima nilai tambah dari aplikasi
teknologi sehingga memunculkan kelompok komerisal bahkan kapitalis di satu
pihak dan kelompok yang tetap berlahan sempit yang tetap terancam menjadi
proletariat pada pihak lainnya.
Revolusi hijau tidak hanya
mengalihkan teknologi ke perdesaan melainkan juga dana pembangunan. Pihak yang
menangkap peluang surplus dana dan pihak yang terpinggirkan tetap menjadi objek
eksploitasi.
Para pemilik tanah luas
memiliki peluang untuk menginvestasikan surplus ke bidang non tani (pabrik
beras, usaha angkutan umum, kios/toko) yang membuat kelompok ini semakin
mereakumulasi modal dan keuntungannnya sementara petani berlahan sempit tetap
bertahan dalam usaha tani dengan produksi sekedar aman pada tingkat
subsistensi.
Tata
produksi/format sosial
Dalam
format sosial, dampak revolusi hijau tidak menyebabkan terjadinya polarisasi
sosial yang disebabkan masih kuatnya ikatan tradisional komunitas desa, namun
demikian arah perubahan sosial pada desa persawahan nyata berada di
persimpangan (crossroad) antara stratifikasi dan arah polarisasi.
Struktur
sosial, relasi sosial, ideologi.
Penajaman stratifikasi ke arah
polarisasi sosial dalam struktur sosial di desa persawahan tidak lagi tunggal
pada basis penguasaan lahan tetapi berbagai basis produksi bukan tanah yang
semakin berkembang seperti uang, kekuasaan, jaringan sosial, akses politik, dan
pemilikan pengetahuan. Proses peragaman okupasi dalam bentuk perluasan usaha
ekonomi pada kelompok yang menikmati surplus dan mobilitas sosial secara
vertikal melalui kenaikan produksi usaha tani dan semakin kuatnya sumber
ekonomi di luar pertanian.
Rumah tangga tani yang
mengalami proses kehilangan tanah dan bergerak ke luar pertanian. Karena begitu
banyaknya jumlah kelompok ini, peluang buruh tani sudah begitu sempit sehingga
sebagian besar bekerja di sektor informal kota secara semi permanen atau
sirkuler terutama sebagai buruh bangunan atau pedagang kaki lima.
Komunitas petani hanyalah
salah satu unsur penyusunan tatanan pedesaan, kelompok birokrat desa, pedagang
dan entrepreneur desa, kelompok buruh, migrant sirkuler, rumah tangga industri
kecil , para tekngkulak, politikus lokal sebagai ragam pelaku sosial ekonomi
desa merupakan struktur stratifikasi baru dan polarisasi desa persawahan.
Pada aspek ideologi, fondasi
sosial ekonomi desa persawahan menuju dua arah perubahan sosial. Berkurangnya
okupasi pertanian menuju program okupasi, perkembangan argo industri,
agribisnis, kerajinan, perdagangan dan jasa perdesaan diiringi kelembagaan dan
fungsi baru.
Kelas
sosial, gerakan sosial, Negara Demokratik
Elit desa menemukan tumpuan baru
dari hubungannya dengan pra desa sehingga tanpa dukungan klien mereka bisa
menjaga status quo. Pranata tradisional patron klien dan kolektivisme desa
secara berkelanjutan tererosi, dan erosi itu berkontribusi pada pembentukan
struktur kelas.
Jalur polarisasi sosial dengan
gejala pembelokannya disimpulkan bahwa meskipun persebaran teknologi pertanian
bersifat netral skala dibawah pengaturan birokrat yang ketat ternyata
kesenjangan sosial desa tetap signifikan. Konsolidasi struktural antara
penguasaan lahan, status sosial dan akses keluar desa sehingga petani berlahan
luas mampu mengkapitalisasi surplus dari adopis teknologi dan akses kekuasaan.
Bagaimana
desa/warga desa memperjuangkan kelas dan formasi sosialnya melalui kesadaran
kelas dan daya organisasi diri
Dalam situasi baru ini, pengetahuan yang memanifestasikan inovasi
bagi perubahan desa persawahan, tidak lagi meniscayakan dominasi pengetahuan
ilmiah yang datang dari luar. Perubahan sosial pasca revolusi hijau mulai
mengkontestasikan antara inovasi dari dalam berbasis pengetahuan lokal hasil
pengalaman sehari-hari. Pengkompleksan kontradiksi kelas pengusaan tanah dengan
proletar desa. Pengkompleksan sumber penghidupan baru serta relasi sosial baru
menahan pelebaran jarak ekonomi dan jarak sosial antar lapisan/golongan/lokalitas
yang dikontruksi revolusi hijau tidak melewati ambang batas beralangsungnya
konflik kelas maupun konflik horizontal.
Transformasi
relasi sosial, pengembangan kekuatan, produksi dan pengembangan kesadaran kelas
pada masyarakat desa
Determinan dari luar telah
mendorong perubahan pada desa persawahan yang sebelumnya tenggelam dalam gerak
involusi lalu secara diam menggerakkan revolusi.
3). Teori Post Struktural
Sejak tahun 1990-an, desa
persawahan dan dataran rendah menjadi bagian dari intensifikasi program
pemberdayaan masyarakat. Berawal dari program Inpres Desa Tertinggal (IDT),
Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Program penanggulangan kemiskinan
perkotaan (P2KP), program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) serta
berbagai program yang dibawa donor melalui LSM dan konsultan menempatkan desa
sebagai arena bagi fasilitator komunitas untuk pengembangan proses penyadaran,
pengorganisasian dan pengelolaan sumberdaya secara partisipatoris dan berbasis
komunitas.
Pendekatan sektoral yakni
pembangunan pertanian digeser oleh pendekatan pemberdayaan masyarakat untuk penanggulangan kemiskinan. Bersamaan
dengan itu, sejumlah warga desa, kelurahan, kecamata dan kabupaten di balik
pemekaran daerah yang terus berlangsung. Hal ini disertai pula dengan dengan
perubahan status sosial puluhan ribu warga desa menjadi pegawai honorer kantor
desa ataupun pengurus Badan Permusyawaratan Desa.
Pendekatan untuk perubahan sosial
pasca revolusi hijau mulai mengkontestasikan antara inovasi dari luar berbasis
pengetahuan ilmiah hasil penelitian dengan inovasi dari dalam berbasis
pengetahuan lokal hasil pengalaman sehari-hari masyarakat.
2.
Desa
pedalaman dan Dataran Tinggi
a.
Desa
yang terpinggirkan dan yang ditinggal
Konstruksi
sosial atas ruang meniscayakan adanya yang pusat dan yang pinggiran. Adanya
yang di luar dan yang di dalam, adanya yang dekat dan yang jauh. Desa pedalaman
terkontruksi atas jarak dari pusat kota, pusat jalan, pusat pasar, dan pusat
kepadatan. Bergeraklah dari kota, tinggalkan jalan raya dan menjauh dari
keramaian, maka dengan itu kita akan menuju pedalaman, menuju pinggir hutan dan
menuju dataran tinggi. Mereka yang dipedalaman tertinggal oleh pembangunan,
terpinggirkan perubahan terencana, tidak terlibat dalam revolusi hijau yang
digerakkan pemerintah meskipun desa pedalaman memenuhi unsur sebagai desa
persawahan.
b.
Kajian
Teori
1).Teori
Liberal
Post
Positivistik
Desa pedalaman, pinggir hutan, dan dataran tinggi
telah mengalami kontruksi keterpinggiran sejak jaman colonial hingga jaman
pembangunan. Meskipun dana pendidikan mencapai angka 20% dari APBN dan APBD
saat ini, ketertinggalan pembangunan manusia banyak diderita. Angka buta huruf
masih tinggi, angka putus sekolah masih signifikan, kalaupun ada yang sarjana,
mereka ini yang berhasil keluar dari keterbatasan untuk bersekolah sambil
menyandang label orang pedalaman dan orang gunung secara permanen.
Desa pedalaman, pinggir hutan, dan dataran tinggi
memilik rentang teritorial yang panjang dan ragam komunitas yang banyak, Desa
pedalaman, pinggir hutan, dan dataran tinggi memiliki komoditas yang
berjenis-jenis dari tanaman pangan dan hortikultura, tanaman perkebunan seperti
cengkih, kakao kopi, teh dan vanili sebagai pasar ekspor. Desa pedalaman,
pinggir hutan, dan dataran tinggi mengembangkan berbagai paraktik pertanian dan
kehutanan.
Individualitas
Informasi pengetahuan petani Desa pedalaman, pinggir
hutan, dan dataran tinggi mengalami jalan bervariasi dalam bentuk tindakan yang
bergantung faktor lokalitas. Inovasi pada desa ini merupakan produk dari proses
belajar berdasarkan pengalaman petani kebun dengan hikmah keraifan lokal.
Terjadi kesadaran tentang faktor spesifik lokal menyangkut sejarah dan basis
penglaman dari lokalitas bersangkutan.
Berbagai informasi yang mendukung adopsi kakao serta
inovasi teknis bersumber pada jaringan antar petani yang pernah bekerja di
Malaysia, warga yang masih bolak balik Malaysia- Sulawesi, para pedagang lokal
perkebunan kakao dan organisasi eksportir kakao.
Hutan yang kaya
dengan rakyat yang miskin (Peluso, 1996), inilah kondisi ironis masyarakat
sekitar hutan yang dilarang keras bermata pencaharian didalamnnya. Pada hutan
yang tandus: fakta hutan miskin dan rakyat juga miskin terjadi. Kemiskinan
merupakan factor yang telah melahirkan konflik berkelanjutan pada desa pinggir
hutan. Sebagian dari konflik bersifat laten, tersimpan dalam bentuk frustrasi,
kejengkelan, kecemburuan dan kebencian oleh satu pihak atas pihak lainnya.
2). Teori
Marxis
Realisitik
dialektika
Deforestasi dan kemiskinan merupakan faktor
yang melahirkan konflik berkelanjutan. Sebagian dari konflik bersifat laten,
tersimpan dalam bentuk frustrasi, kejengkelan, kecemburuan oleh satu pihak ke
pihak lainnya. Sebagian lainnya bersifat perlawanan sehari-hari (every day
forms of resistance) dalam bentuk pembangkangan, penghindaran, pencurian dan
pengrusakan, adapula yang manifest dalam bentuk ketengan yang tinggi.
Sebagian dari konflik itu melibatkan dua
pihak dengan aktor dan tujuan yang jelas, sebagiannya lainya melibatkan banyak
pihak dalam ketidakjelasan tujuan dan ketidakpastian lawan. Sebagian dari
konflik itu fungsional melahirkan keseimbangan baru dan sebagian lainnya
disfungsional dan mengondisikan ketidakseimbangan yang berkepanjangan.
- Kelas sosial, gerakan sosial, Negara
demokratik
Kemiskinan yang diderita warga desa
pinggir hutan, deforestasi yang melanda isi hutan, serta konflik diantara
mereka yang berkepentingan dengan hutan tidaklah berlangsung dalam kontruksi
sederhana. Sebagai hasil kontruksi sosial,
ia dikontruski oleh actor individual, lembaga, aplikasi pengetahuan dan
interkoneksitas yang kompleks. Sehingga, perbaikan pengurusannya menuntut
perubahan, dan pemenuhan prakondisi yang harus terpenuhi untuk mengurai dan
meredam kekacauan .
- Bagaimana desa/warga desa
memperjuangkan kelas dan formasi sosialnya melalui kesadaran kelas dan daya
organisasi diri
- Transformas relasi sosial,
pengembangan kekuatan, produksi dan pengembangan kesadaran kelas pada
masyarakat desa
3). Teori Post Struktural
- Interpretivistik/konstruktivistik
Desa pedalaman, pinggir hutan, dan
dataran tinggi dalam kontruksi sosial budaya berlansung sebuah dinamika yang
merupakan proses menjadi pusat. Meskipun proses modernitas budaya, kemegahan
kota, demokrasi politik dan globalisasi ekonomi menempatkan mereka sebagai
pinggiran namun mereka tengah berjuang menuju kondisi setara pusat.
Desa pedalaman, pinggir hutan, dan
dataran tinggi dengan tata produksi berbasisi kakao telah menunjukkan
keberlangsunganya di luar jalur proyek pemerintah, kalaupun proyek pemerintah
dating kemudian, namun kondisinya disaat tanah dan tanaman sudah menua, saat
petani sudah berganti generasi, saat revolusi sudah usai.
Namun demikian, ruang luas untuk konteks
mikro dan dekontruksi konsep besar masih memungkinkan terjadi di era
globalisasi digitalisasi kekinian dan dimasa depan. Maka Desa pedalaman,
pinggir hutan, dan dataran tinggi tengah
bergerak menuju penjadian pusat, sebagai sebuah harapan.
- Makna bahasa/signifikasi
- representasi, wacana, kekuatan
pengetahuan
- Komunitas lokas, ornop, seluruh
produsen pengetahuan
- Bagaimana desa/warga desa
mempresentasikan diri/indentitas dalam kontestasi wacana dan pengetahuan
- Transformasi politik ekonomi atas
defines kebenaran dan pluralitas wacana dalam masyarakat desa.
c.
Desa
Pantai dan Pesisir
1.
Desa
yang terpinggirkan dan Jaya di Masa lalu
Desa
Pantai dan Pesisir pernah terangkat oleh sejarah masa lalu lalu kmudian
dilupakan sejarah masa kini. Desa Pantai dan Pesisir yang dulu menjadi pusat tergerser
ke pinggir menjadi desa pinggiran. Pembangunan telah berjalan tetapi Desa
Pantai dan Pesisir ini bukan objek utama. Desentralisasi telah bergulir tetapi Desa
Pantai dan Pesisir bukanlah panggung favorit. Demokratisasi telah berproses
tetapi Desa Pantai dan Pesisir bukanlah arena yang penting. Liberalisasi dan
pasar bebas telah berekspansi tetapi Desa Pantai dan Pesisir bukanlah
jangkauan. Departemen dan kementerian telah berwujud tetap kebijakn dan
perencaaan belum siginifikan bagi Desa Pantai dan Pesisir .
1).
Teori Liberal
-
Postivistik/Post Positivistik
Desa
Pantai dan Pesisir mengalami modernisasi pada 1980-an dimana nelayan
bertransformasi menjadi nelayan modern komersial. Nelayan menggunakann alat
tangkap canggih, menggunakan kapal tonase besar, terbentuknya kelembagaan
formal dalam ikatan ekonomi rasional, hingga kebijakan pemerintah memberi
bantuan kredit modal produksi, alat tangkap dan perahu modern. KUD dikembangkan
sebagai wadah untuk mengakses fasilitas penangkapan, pemasaran hasil tangkap
dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Inilah revolusi biru di Desa Pantai dan
Pesisir
-
Pasar/individualitas
Dinamika
Desa Pantai dan Pesisir pada komunitas pembuat perahu dengan pola tradisional
ke pembuat perahu dengan sistem modern telah berlangsung. Terjadi perubahan
pasar dari saudagar pelayaran lokal ke pengusaha Tionghoa dan pembeli luar
negeri mempercepat transformasi ini. Beberapa peralatan manual diganti
peralatan elektrik, pola kerja tradisional berubah menjadi pola kerja modern.
Terjadi pengurangan dalam penggunaan pengetahuan local, terjadi adaptasi proses
belajar aplikasi teknologi modern, mereka telah ketergantungan.
-
Masyarakat, pasar, hak individual
-
Individu, lembaga Negara
-
Bagaimana desa/warga desa berkembang melalui kombinasi modal dan teknologi
serta tindakan individu dan Negara
Masyarakat
Desa Pantai dan Pesisir harus belajar seiring perkembangan teknologi. Mereka
harus belajar untuk kreasi inovasi sebagai sebuah tuntutan. Mereka bermigrasi
mengikuti pusat pembuatan perahu modern. Mereka berpartispasi pada ekspo perahu
trandisional tingkat International, memproduksi perahu pelesir untuk turis
mancanegara, mereka memelihara identitas dan representasi dirinya, Desa Pantai
dan Pesisir yang modern.
-
Kemajuan teknologi, pertumbuhan ekonomi dan penerimaan mekanisme pasar pada
masyarakat desa.
2).
Teori Marxis
-
Realisitik dialektika
Kecepatan,
kemajuan belum cukup bagi transformasi menuju masyarakat industri. Skala ekonomi dan kemajuan teknologi pada
komunitas penangkap ikann belum cukup bagi transformasi menuju masyarakat
industry pengolahan ikan. Skala ekonomi dan kemajuan teknologi belum cukup bagi
transformasi menuju masyarakat industry perkapalan. Perubahan sosial ekonomi
dalam produksi belum cukup bagi transformasi relasi majikan pekerja berbasis
ekonomi rasional. Belum cukup untuk sebuah proses modernisasi.
-
Tata produksi/format sosial
-
Struktur sosial, relasi sosial, ideology
Desa
Pantai dan Pesisir terkontruksi dalam struktur sosial yang penuh kesenjangan
ekonomi. Komunitas nelayan dengan formasi sosial kemersil semi kapitalis,
dengan teknologi modern dan perahu mesin sebagai basis produksi yang dibangun
atas relasi pemilik modal dan pekerja telah mewujudkan kesenjangan. Sistem bagi
hasil yang berlaku menyisakan derita baru bagi nelayan pekerja dimana 1 orang
pemodal dengan bagian sampai 70% dan 30% sisanya untuk sejumlah nelayan
pekerja.
Desa
Pantai dan Pesisir dengan kontruksi dalam relasi patron klien dan kesenjangan
ekonomi yang tajam namun tidak terjadi perlawanan nelayan pekerja dengan
pemilik modal. Karena relasi patron klien yang menempatkan ikatan berlapis
setetangga, sekerabat, sesahabat, sekomunitas, sepekerjaan yang pertukaran
ekonominya seiring dengan pertukaran sosialnya.
-
Kelas sosial, gerakan sosial, Negara demokratik
-
Bagaimana desa/warga desa memperjuangkan kelas dan formasi sosialnya melalui
kesadaran kelas dan daya organisasi diri
-
Transformas relasi sosial, pengembangan kekuatan, produksi dan pengembangan
kesadaran kelas pada masyarakat desa
3).
Teori Post Struktural
-
Interpretivistik/konstruktivistik
Dinamika
Desa Pantai dan Pesisir dengan implementasi PEMP dan COREMAP sebagai upaya
intervensi berbasis pemberdayaan masyarakat bergerak. Desa Pantai dan Pesisir mendapatkan
dorongan perubahan melalui program pemberdayaan masyarakat tersebut.
Peningkatan kapabilitas dan penguatan kelembagaan lebih menjadi perhatian. Ketika
modernisasi teknologi berakhir pengaruhnya, pemberdayaan masyarakat tampil
sebagai dorongan perubahan.
Desa
Pantai dan Pesisir kemudian mempresentasikan dirinya dalam panggung wacana, Desa
Pantai dan Pesisir memiliki kespesifikasian berbeda dari Desa Pantai dan
Pesisir yang telah ada. Surga bawah laut, pusat biodiversitas menempatkan Desa
Pantai dan Pesisir sebagai alternative pertumbuhan ekonomi. Terjadi perang
persaingan pengetahuan dan perjuangan identitas secara sadar melawan hegemoni
pengetahuan yang dikontruksi oleh modernitas.
-
Makna bahasa/signifikasi
-
representasi, wacana, kekuatan pengetahuan
-
Komunitas lokas, ornop, seluruh produsen pengetahuan
-
Bagaimana desa/warga desa mempresentasikan diri/indentitas dalam kontestasi
wacana dan pengetahuan
-
Transformasi politik ekonomi atas defines kebenaran dan pluralitas wacana dalam
masyarakat desa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar