Minggu, 26 Oktober 2014

Sosiologi Desa Revolusi Senyap dan Tarian Kompleksitas, Tugas Abstraksi

Tugas Abstraksi
Adam Badwi/ 13A06004
Pendidikan Doktor Sosiologi PPS UNM

Sosiologi Desa
Revolusi Senyap dan Tarian Kompleksitas


Pengantar
Desa Sebagai Ontologi
Desa sebagai statika melingkupi aspek hukum dan adminitsrasi,  aspek geografis, aspek ekonomis, aspek sosiologi, aspek budaya serta aspek ekologis. Sosiologi desa tidak terhindarkan dalam rentang elektika dengan berbagai aspek tersebut diatas.  Keseluruhan aspek dipahami secara berkelindan dalam kontruksi sosial atas realitas desa.
Desa sebagai dinamika melingkupi evolusi desa, involusi desa dan revolusi desa.  Evolusi desa merupakan gerak perubahan dalam arah dan kecepatan alamiah yang lahir dari saling pengaruh atas multi varibel secara gradual pada ruang lokalnya. Evolusi menjadi spirit bagi bergeraknya perubahan melalui inovasi. Desa berproses dari ciri pra desa, desa swadaya, desa swakarya dan desa swasembada.  Involusi desa merupakan evolusi yang terlambatkan, lebih lambat dari evolusi alamiah. Sementara itu, revolusi desa merupakan evolusi yang terakselerasi, perubahan yang mengguncangkan.  
Desa sebagai Realitas Kompleks
Multi aspek Desa sebagai statitika dan multi proses Desa sebagai dinamika memunculkan multi konstruksi bagi realitas atas Desa. Desa di Indonesia tidak bisa lagi sepenuhnya dilihat dalam persepektif simplisitas (simplicity) dan keteraturan (order) seperti pesepektif sebelumnya. Desa menjadi semakin kompleks dan tidak terartur. Desa tidak lagi dalam satu formasi sosial, tetapi melibatkan banyak formasi sosial seperti keterlibatan artikulasi dan koeksistensi tata produksi, komersial, kapitalis bahkan hiper kapitalis dalam suatu multi kompleksitas.
Desa tidak lagi berkembang dalam dominasi ilmu pengetahuan ilmiah, tetapi telah terpromosikan kekuatan pengetahuan kekhususan/kelokalan desa. Akhirnya, desa telah menjelma sebagai panggung kontestasi beragam pengetahuan. Realitas desa direduksi dalam bagian utuh dan dianalisis dalam hubungan kausalitas linear dan teratur antar faktor, dikaji sebagai obyek terpisah dari peneliti/pengamat/pengkajiannya.
Revolusi Senyap
Revolusi sebagai perubahan sosial berlangsung dalam diam tanpa harus terjadinya konflik sosial ataupun gerakan sosial. Revolusi senyap adalah perubahan cepat dan mendasar tanpa disertai hiruk pikuk gerakan sosial, penumbang rezim ataupun pembongkaran sistem.  Hal ini tergambarkan dalam situasi ketika padi di desa persawahan dan dataran rendah serta kakao pada desa dataran tinggi dan pinggir hutan mengalami kemajuan dalam revolusi hijau ataupun ketika penangkapan ikan, budidaya tambak dan rumput laut mengalami kemajuan dalam revolusi biru. Kedua revolusi ini berbasis pada kekuatan pengetahuan yang bersumber dari pengalaman secara kontekstual, bergerak dengan proyek, bantuan dan intervensi.
Revolusi desa juga terjadi ketika desentralisasi dan otonom daerah berlangsung secara bing-bang. Terbukanya katup-katup katarsis provinsi baru, kabupaten baru, kecamatan baru dan desa/keluhan baru. Revolusi senyap juga terjadi dengan kehirukpikukan partai politik yang tentu saja bersama dengan gerak aktornya.
Iniah kesenyapan desa yang berlangsung dalam perubahan yang sangat subsantif, cepat serta menyentuh akar kemasyarakat dan kebudayaan rakyat.

Typologi Desa
1.      Desa Persawahan dan Dataran Rendah
a. Desa yang menjadi pusat dan prioritas.
Sebagai desa yang memiliki nilai strategis dalam sejarah bangsa Indonesia karena desa persawahan menjadi pusat revolusi hijau. Dimulai sejak Orde Baru mengimplementasikan Repelita dengan revolusi hijau sebagai wacana dominan. Desa persawahan merupakan katup pengaman dari ancaman krisis pangan pada waktu itu. Semantara itu, pertumbuhan penduduk cenderung meningkat. Sehingga revolusi hijau yang mengetengahkan aplikasi inovasi dan perubahan teknologi maka pertumbuhan pangan  mampu mengejar deret hitung pertumbuhan penduduk sehingga revolusi sosial akibat kekurangan pangan dapat dihindari.
Desa persawahan juga memiliki nilai strategis lain yaitu memiliki kondisi ekologis yang relative stabil. Dinamika populasi, struktur sosial, pengetahuan dan teknologi, mata pencaharian dan pandangan hidup pada sistem sosialnya saling menyesuaikan dengan dengan dinamika iklim, tanah, air, udara, dan vegetasi pada sistem fisiknya.
Desa persawahan memiliki tekanan populasi yang tinggi sehingga pertumbuhan penduduk lebih tinggi dibandingkan dengan tipe desa lain. Akibatnya, memaksa penduduk untuk berimigrasi ulang-alik atau permane ke pusat bahkan bertansmigrasi membentuk desa baru di Indonesia. Dari desa persawahan ini pulalah yang melahirkan tenaga kerja perempuan baik dalam negeri maupun di luar negeri sebagai pembantu Rumah Tangga yang oleh mereka disebut Migran Care Indonesia.
Desa persawahan dekat dengan kota. Desa persawahan sebagian besar dekat dengan intensif bersentuhan dengan kota provinsi, kabupaten hingga kecamatan dibandingkan dengan desa tipe lain yang terpinggirkan dan terisolasi dengan kota. Desa persawahan pulalah yang mempertemukan tradisi luhur perkotaan yang besar dengan tradisi luhur desa yang kecil  hingga paling intensif dipengaruhi oleh gaya hidup perkotaan dan alam pikir kosmopilitan, Desa ini pula yang paling banyak dikunjungi pejabat, menjadi objek penelitian, lokasi proyek percontohan dan akhirnya sebagai ajang perebutan suara para politikus.
Desa persawahan relatif terpenuhi kebutuhan infrastruktur dan pelayanan dasarnya. Desa persawahan memiliki penduduk dengan angka melek huruf, rata-rata lama sekolah, angka harapan hidup dan akses ke luar wilayah yang lebih baik.
Desa persawahan lebih cepat menerima inovasi dari luar disbanding tipe desa lainnya. Selain inovasi teknis hibrida, pupuk sintesis, pestisida/insektisida/fungisida, irigasi dan cara tanam, juga inovasi sosial dlam bentuk kelembagaan kelompok tani, gabungan kelompok tani, perkumpulan petani pemakai air, koperasi unit desa, badan usaha unit desa, kelompok swadaya masyarakat dan badan keswadayaan masyarakat.
Desa ini telah mengalami perubahan sosial-ekonomi dibalik keberlangsungan revolusi hijau. Peningkatan produksi dan pendapatan telah berlangsung siginifikan akibat penggunaan sarana dan teknologi modern. Mobilitas baik ekonomi maupun sosial serta perubahan jaraknya terjadi baik antar individu, golongan, strata, dan kelas.
Desa ini telah mengalami perubahan ekologis dibalik keberlangsungan revolusi hijau. Manipulasi genetik melalui penggunaan varietas hibrida dan bibit transgenik, manipulasi hara dalam tanah melalui penggunaan pupuk sintesis serta manipulasi musuh alami bagi hama tanaman melalui pestisida. Akibatnya, terjadi pencemaran tanah, air dan udara, perubahan struktur, tekstur dan porositas tanah, berkurangnya kualitas dan keragaman hayati, perubahan iklim mikro dan terkandungnya residu racun dalam bahan pangan yang dihasilkan desa.
b.   Kajian Paradigma
1). Teori Liberal
Positivistik
Desa persawahan memiliki nilai strategis dalam sejarah bangsa Indonesia karena desa persawahan menjadi pusat revolusi hijau. Dimulai sejak Orde Baru mengimplementasikan Repelita dengan revolusi hijau sebagai wacana dominan. Desa persawahan merupakan katup pengaman dari ancaman krisis pangan pada waktu itu. Semantara itu, pertumbuhan penduduk cenderung meningkat. Sehingga revolusi hijau yang mengetengahkan aplikasi inovasi dan perubahan teknologi maka pertumbuhan pangan mampu mengejar deret hitung pertumbuhan penduduk sehingga revolusi sosial akibat kekurangan pangan dapat dihindari.
Pasar
            Dengan revolusi hijau, desa persawahan sangat terkait dengan pasar sehingga perilaku ekonominya bisa kondusif dengan prinsip ekonomis pasar seperti dilakukannya tindakan menabung, investasi dan cari laba. Dalam asumsi petani rasional, inovasi dihantarkan dari luar kedalam petani. Komunitas petani diposisikan sebagai system sosial yang perlu menerima inovasi dari system luarnya, dimana lembaga penelitian ditempatkan sebagai sumber pesan, inovasi sebagai isu pesan dan penyuluh sebagai saluran pesan serta petani sendiri sebagai penerima pesan.
Masyarakat, pasar, hak individual
            Sebagai desa yang dipusatkan dalam pembangunan, masyarakat desa persawahan terenuhi kebutuhan infrastruktur dan pelayanan dasarnya. Kebutuhan masyarakat desa akan trasportasi, energy, komunikasi, informasi, pasar dan perbankan relatif tersedia. Kebutuhan pelayanan atas pendidikan, kesehatan dan administrasi public juga demikian tersedia. Sehingga angka melek huruf, tingkat pendidikan, angka harapan hidup individu warga desa menjadi lebih baik termasuk akses ke luar wilayah.                             
Bagaimana desa/warga desa berkembang melalui kombinasi modal dan teknologi serta tindakan individu dan Negara
              Desa persawahan bersama warga desa persawahan menghadapi perubahan dari ekonomi tradisional menjadi ekonom pasar. Warga desa tidak selamanya bergantung pada moral kolektivitas desa, warga desa memiliki kemampuan adaptasi sehingga perilaku ekonominya bisa kondusif dengan prinsip ekonomi pasar.  Pada aspek penyuluhan pertanian, model tentang diri petani (peasant model) dan model tentang penerimaan inovasi (adoption model) telah mengantarkan transformasi dari budaya familisme tinggi, fatalistik, jauh dari inovasi menuju pada budaya komersialisme melalui sejumlah pesan inovatif dari penyuluh pertanian. Lembaga penelitian internasional, departemen pertanian dan perguruan tinggi, perusahaan-perusahaan multinasional telah bahu membahu bersama ribuan penyuluh pertanian membawa pengetahuan ilmiah hasil penelitian yang mengisi kognisi warga desa untuk mendorong perubahan. Disisi lain, pengetahuan asli petani dan warga desa yang sebelumnya tradisional dala pertanian bersama nilai norma, pranata dan kelembagaan lokal asli digeser dalam posisi paling pinggir dan paling minimal.
  Kemajuan teknologi, pertumbuhan ekonomi dan penerimaan mekanisme pasar pada masyarakat desa.
Mengiringi revolusi hijau, proses pasarisasi dan monetisasi perekonomian melanda desa persawahan. Agar perangkat teknis dan sosia kelembagaan bisa fungsional, aliran uang dari pusat ke desa diintensifkan, pergerakan uang menjadi lebih dinamis. Terdapat tambahan kekayaan baru sehingga beberapa kelompok bisa melakukan reakumulasi modal dan perlipatan keuntungan, kapitalisme pertanian mulai mewarnai feodalisme desa. 
2). Teori Marxis
Realisitik dialektika
               Keberlangsungan revolusi hijau pada desa persawahan, menjadi cikal bakal diferensiasi sosial yang termanifestasi pada pikiran ekonomi politik radikal, diseminasi teknologi pertanian keperdesaan tidaklah netral skala melainkan memberikan kesempatan besar bagi petani berlahan luas untuk menerima nilai tambah dari aplikasi teknologi sehingga memunculkan kelompok komerisal bahkan kapitalis di satu pihak dan kelompok yang tetap berlahan sempit yang tetap terancam menjadi proletariat pada pihak lainnya.
                  Revolusi hijau tidak hanya mengalihkan teknologi ke perdesaan melainkan juga dana pembangunan. Pihak yang menangkap peluang surplus dana dan pihak yang terpinggirkan tetap menjadi objek eksploitasi.
                  Para pemilik tanah luas memiliki peluang untuk menginvestasikan surplus ke bidang non tani (pabrik beras, usaha angkutan umum, kios/toko) yang membuat kelompok ini semakin mereakumulasi modal dan keuntungannnya sementara petani berlahan sempit tetap bertahan dalam usaha tani dengan produksi sekedar aman pada tingkat subsistensi.
Tata produksi/format sosial
            Dalam format sosial, dampak revolusi hijau tidak menyebabkan terjadinya polarisasi sosial yang disebabkan masih kuatnya ikatan tradisional komunitas desa, namun demikian arah perubahan sosial pada desa persawahan nyata berada di persimpangan (crossroad) antara stratifikasi dan arah polarisasi.
Struktur sosial, relasi sosial, ideologi.
                  Penajaman stratifikasi ke arah polarisasi sosial dalam struktur sosial di desa persawahan tidak lagi tunggal pada basis penguasaan lahan tetapi berbagai basis produksi bukan tanah yang semakin berkembang seperti uang, kekuasaan, jaringan sosial, akses politik, dan pemilikan pengetahuan. Proses peragaman okupasi dalam bentuk perluasan usaha ekonomi pada kelompok yang menikmati surplus dan mobilitas sosial secara vertikal melalui kenaikan produksi usaha tani dan semakin kuatnya sumber ekonomi di luar pertanian.
                  Rumah tangga tani yang mengalami proses kehilangan tanah dan bergerak ke luar pertanian. Karena begitu banyaknya jumlah kelompok ini, peluang buruh tani sudah begitu sempit sehingga sebagian besar bekerja di sektor informal kota secara semi permanen atau sirkuler terutama sebagai buruh bangunan atau pedagang kaki lima.
                  Komunitas petani hanyalah salah satu unsur penyusunan tatanan pedesaan, kelompok birokrat desa, pedagang dan entrepreneur desa, kelompok buruh, migrant sirkuler, rumah tangga industri kecil , para tekngkulak, politikus lokal sebagai ragam pelaku sosial ekonomi desa merupakan struktur stratifikasi baru dan polarisasi desa persawahan.
                  Pada aspek ideologi, fondasi sosial ekonomi desa persawahan menuju dua arah perubahan sosial. Berkurangnya okupasi pertanian menuju program okupasi, perkembangan argo industri, agribisnis, kerajinan, perdagangan dan jasa perdesaan diiringi kelembagaan dan fungsi baru.
Kelas sosial, gerakan sosial, Negara Demokratik
Elit desa menemukan tumpuan baru dari hubungannya dengan pra desa sehingga tanpa dukungan klien mereka bisa menjaga status quo. Pranata tradisional patron klien dan kolektivisme desa secara berkelanjutan tererosi, dan erosi itu berkontribusi pada pembentukan struktur kelas.
Jalur polarisasi sosial dengan gejala pembelokannya disimpulkan bahwa meskipun persebaran teknologi pertanian bersifat netral skala dibawah pengaturan birokrat yang ketat ternyata kesenjangan sosial desa tetap signifikan. Konsolidasi struktural antara penguasaan lahan, status sosial dan akses keluar desa sehingga petani berlahan luas mampu mengkapitalisasi surplus dari adopis teknologi dan akses kekuasaan.
Bagaimana desa/warga desa memperjuangkan kelas dan formasi sosialnya melalui kesadaran kelas dan daya organisasi diri
Dalam situasi baru ini,  pengetahuan yang memanifestasikan inovasi bagi perubahan desa persawahan, tidak lagi meniscayakan dominasi pengetahuan ilmiah yang datang dari luar. Perubahan sosial pasca revolusi hijau mulai mengkontestasikan antara inovasi dari dalam berbasis pengetahuan lokal hasil pengalaman sehari-hari. Pengkompleksan kontradiksi kelas pengusaan tanah dengan proletar desa. Pengkompleksan sumber penghidupan baru serta relasi sosial baru menahan pelebaran jarak ekonomi dan jarak sosial antar lapisan/golongan/lokalitas yang dikontruksi revolusi hijau tidak melewati ambang batas beralangsungnya konflik kelas maupun konflik horizontal.
Transformasi relasi sosial, pengembangan kekuatan, produksi dan pengembangan kesadaran kelas pada masyarakat desa
Determinan dari luar telah mendorong perubahan pada desa persawahan yang sebelumnya tenggelam dalam gerak involusi lalu secara diam menggerakkan revolusi. 
3). Teori Post Struktural
               Sejak tahun 1990-an, desa persawahan dan dataran rendah menjadi bagian dari intensifikasi program pemberdayaan masyarakat. Berawal dari program Inpres Desa Tertinggal (IDT), Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Program penanggulangan kemiskinan perkotaan (P2KP), program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) serta berbagai program yang dibawa donor melalui LSM dan konsultan menempatkan desa sebagai arena bagi fasilitator komunitas untuk pengembangan proses penyadaran, pengorganisasian dan pengelolaan sumberdaya secara partisipatoris dan berbasis komunitas.
               Pendekatan sektoral yakni pembangunan pertanian digeser oleh pendekatan pemberdayaan masyarakat  untuk penanggulangan kemiskinan. Bersamaan dengan itu, sejumlah warga desa, kelurahan, kecamata dan kabupaten di balik pemekaran daerah yang terus berlangsung. Hal ini disertai pula dengan dengan perubahan status sosial puluhan ribu warga desa menjadi pegawai honorer kantor desa ataupun pengurus Badan Permusyawaratan Desa.
               Pendekatan untuk perubahan sosial pasca revolusi hijau mulai mengkontestasikan antara inovasi dari luar berbasis pengetahuan ilmiah hasil penelitian dengan inovasi dari dalam berbasis pengetahuan lokal hasil pengalaman sehari-hari masyarakat.
2.      Desa pedalaman dan Dataran Tinggi
a.   Desa yang terpinggirkan dan yang ditinggal
Konstruksi sosial atas ruang meniscayakan adanya yang pusat dan yang pinggiran. Adanya yang di luar dan yang di dalam, adanya yang dekat dan yang jauh. Desa pedalaman terkontruksi atas jarak dari pusat kota, pusat jalan, pusat pasar, dan pusat kepadatan. Bergeraklah dari kota, tinggalkan jalan raya dan menjauh dari keramaian, maka dengan itu kita akan menuju pedalaman, menuju pinggir hutan dan menuju dataran tinggi. Mereka yang dipedalaman tertinggal oleh pembangunan, terpinggirkan perubahan terencana, tidak terlibat dalam revolusi hijau yang digerakkan pemerintah meskipun desa pedalaman memenuhi unsur sebagai desa persawahan.
b.   Kajian Teori
1).Teori Liberal
Post Positivistik
Desa pedalaman, pinggir hutan, dan dataran tinggi telah mengalami kontruksi keterpinggiran sejak jaman colonial hingga jaman pembangunan. Meskipun dana pendidikan mencapai angka 20% dari APBN dan APBD saat ini, ketertinggalan pembangunan manusia banyak diderita. Angka buta huruf masih tinggi, angka putus sekolah masih signifikan, kalaupun ada yang sarjana, mereka ini yang berhasil keluar dari keterbatasan untuk bersekolah sambil menyandang label orang pedalaman dan orang gunung secara permanen.
Desa pedalaman, pinggir hutan, dan dataran tinggi memilik rentang teritorial yang panjang dan ragam komunitas yang banyak, Desa pedalaman, pinggir hutan, dan dataran tinggi memiliki komoditas yang berjenis-jenis dari tanaman pangan dan hortikultura, tanaman perkebunan seperti cengkih, kakao kopi, teh dan vanili sebagai pasar ekspor. Desa pedalaman, pinggir hutan, dan dataran tinggi mengembangkan berbagai paraktik pertanian dan kehutanan.
Individualitas
Informasi pengetahuan petani Desa pedalaman, pinggir hutan, dan dataran tinggi mengalami jalan bervariasi dalam bentuk tindakan yang bergantung faktor lokalitas. Inovasi pada desa ini merupakan produk dari proses belajar berdasarkan pengalaman petani kebun dengan hikmah keraifan lokal. Terjadi kesadaran tentang faktor spesifik lokal menyangkut sejarah dan basis penglaman dari lokalitas bersangkutan.
Berbagai informasi yang mendukung adopsi kakao serta inovasi teknis bersumber pada jaringan antar petani yang pernah bekerja di Malaysia, warga yang masih bolak balik Malaysia- Sulawesi, para pedagang lokal perkebunan kakao dan organisasi eksportir kakao.
Hutan yang kaya dengan rakyat yang miskin (Peluso, 1996), inilah kondisi ironis masyarakat sekitar hutan yang dilarang keras bermata pencaharian didalamnnya. Pada hutan yang tandus: fakta hutan miskin dan rakyat juga miskin terjadi. Kemiskinan merupakan factor yang telah melahirkan konflik berkelanjutan pada desa pinggir hutan. Sebagian dari konflik bersifat laten, tersimpan dalam bentuk frustrasi, kejengkelan, kecemburuan dan kebencian oleh satu pihak atas pihak lainnya.     
2). Teori Marxis
Realisitik dialektika
Deforestasi dan kemiskinan merupakan faktor yang melahirkan konflik berkelanjutan. Sebagian dari konflik bersifat laten, tersimpan dalam bentuk frustrasi, kejengkelan, kecemburuan oleh satu pihak ke pihak lainnya. Sebagian lainnya bersifat perlawanan sehari-hari (every day forms of resistance) dalam bentuk pembangkangan, penghindaran, pencurian dan pengrusakan, adapula yang manifest dalam bentuk ketengan yang tinggi.
Sebagian dari konflik itu melibatkan dua pihak dengan aktor dan tujuan yang jelas, sebagiannya lainya melibatkan banyak pihak dalam ketidakjelasan tujuan dan ketidakpastian lawan. Sebagian dari konflik itu fungsional melahirkan keseimbangan baru dan sebagian lainnya disfungsional dan mengondisikan ketidakseimbangan yang berkepanjangan.
- Kelas sosial, gerakan sosial, Negara demokratik
Kemiskinan yang diderita warga desa pinggir hutan, deforestasi yang melanda isi hutan, serta konflik diantara mereka yang berkepentingan dengan hutan tidaklah berlangsung dalam kontruksi sederhana. Sebagai hasil kontruksi sosial,  ia dikontruski oleh actor individual, lembaga, aplikasi pengetahuan dan interkoneksitas yang kompleks. Sehingga, perbaikan pengurusannya menuntut perubahan, dan pemenuhan prakondisi yang harus terpenuhi untuk mengurai dan meredam kekacauan .

- Bagaimana desa/warga desa memperjuangkan kelas dan formasi sosialnya melalui kesadaran kelas dan daya organisasi diri
- Transformas relasi sosial, pengembangan kekuatan, produksi dan pengembangan kesadaran kelas pada masyarakat desa

3). Teori Post Struktural
- Interpretivistik/konstruktivistik
Desa pedalaman, pinggir hutan, dan dataran tinggi dalam kontruksi sosial budaya berlansung sebuah dinamika yang merupakan proses menjadi pusat. Meskipun proses modernitas budaya, kemegahan kota, demokrasi politik dan globalisasi ekonomi menempatkan mereka sebagai pinggiran namun mereka tengah berjuang menuju kondisi setara pusat.
Desa pedalaman, pinggir hutan, dan dataran tinggi dengan tata produksi berbasisi kakao telah menunjukkan keberlangsunganya di luar jalur proyek pemerintah, kalaupun proyek pemerintah dating kemudian, namun kondisinya disaat tanah dan tanaman sudah menua, saat petani sudah berganti generasi, saat revolusi sudah usai.
Namun demikian, ruang luas untuk konteks mikro dan dekontruksi konsep besar masih memungkinkan terjadi di era globalisasi digitalisasi kekinian dan dimasa depan. Maka Desa pedalaman, pinggir hutan, dan dataran tinggi  tengah bergerak menuju penjadian pusat, sebagai sebuah harapan.
- Makna bahasa/signifikasi
- representasi, wacana, kekuatan pengetahuan
- Komunitas lokas, ornop, seluruh produsen pengetahuan
- Bagaimana desa/warga desa mempresentasikan diri/indentitas dalam kontestasi wacana dan pengetahuan
- Transformasi politik ekonomi atas defines kebenaran dan pluralitas wacana dalam masyarakat desa.
c.       Desa Pantai dan Pesisir
1.      Desa yang terpinggirkan dan Jaya di Masa lalu
Desa Pantai dan Pesisir pernah terangkat oleh sejarah masa lalu lalu kmudian dilupakan sejarah masa kini. Desa Pantai dan Pesisir yang dulu menjadi pusat tergerser ke pinggir menjadi desa pinggiran. Pembangunan telah berjalan tetapi Desa Pantai dan Pesisir ini bukan objek utama. Desentralisasi telah bergulir tetapi Desa Pantai dan Pesisir bukanlah panggung favorit. Demokratisasi telah berproses tetapi Desa Pantai dan Pesisir bukanlah arena yang penting. Liberalisasi dan pasar bebas telah berekspansi tetapi Desa Pantai dan Pesisir bukanlah jangkauan. Departemen dan kementerian telah berwujud tetap kebijakn dan perencaaan belum siginifikan bagi Desa Pantai dan Pesisir . 
1). Teori Liberal
- Postivistik/Post Positivistik
Desa Pantai dan Pesisir mengalami modernisasi pada 1980-an dimana nelayan bertransformasi menjadi nelayan modern komersial. Nelayan menggunakann alat tangkap canggih, menggunakan kapal tonase besar, terbentuknya kelembagaan formal dalam ikatan ekonomi rasional, hingga kebijakan pemerintah memberi bantuan kredit modal produksi, alat tangkap dan perahu modern. KUD dikembangkan sebagai wadah untuk mengakses fasilitas penangkapan, pemasaran hasil tangkap dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Inilah revolusi biru di Desa Pantai dan Pesisir
- Pasar/individualitas
Dinamika Desa Pantai dan Pesisir pada komunitas pembuat perahu dengan pola tradisional ke pembuat perahu dengan sistem modern telah berlangsung. Terjadi perubahan pasar dari saudagar pelayaran lokal ke pengusaha Tionghoa dan pembeli luar negeri mempercepat transformasi ini. Beberapa peralatan manual diganti peralatan elektrik, pola kerja tradisional berubah menjadi pola kerja modern. Terjadi pengurangan dalam penggunaan pengetahuan local, terjadi adaptasi proses belajar aplikasi teknologi modern, mereka telah ketergantungan.

- Masyarakat, pasar, hak individual

- Individu, lembaga Negara
- Bagaimana desa/warga desa berkembang melalui kombinasi modal dan teknologi serta tindakan individu dan Negara
Masyarakat Desa Pantai dan Pesisir harus belajar seiring perkembangan teknologi. Mereka harus belajar untuk kreasi inovasi sebagai sebuah tuntutan. Mereka bermigrasi mengikuti pusat pembuatan perahu modern. Mereka berpartispasi pada ekspo perahu trandisional tingkat International, memproduksi perahu pelesir untuk turis mancanegara, mereka memelihara identitas dan representasi dirinya, Desa Pantai dan Pesisir yang modern.
- Kemajuan teknologi, pertumbuhan ekonomi dan penerimaan mekanisme pasar pada masyarakat desa.
2). Teori Marxis
- Realisitik dialektika
Kecepatan, kemajuan belum cukup bagi transformasi menuju masyarakat industri.  Skala ekonomi dan kemajuan teknologi pada komunitas penangkap ikann belum cukup bagi transformasi menuju masyarakat industry pengolahan ikan. Skala ekonomi dan kemajuan teknologi belum cukup bagi transformasi menuju masyarakat industry perkapalan. Perubahan sosial ekonomi dalam produksi belum cukup bagi transformasi relasi majikan pekerja berbasis ekonomi rasional. Belum cukup untuk sebuah proses modernisasi.
- Tata produksi/format sosial

- Struktur sosial, relasi sosial, ideology
Desa Pantai dan Pesisir terkontruksi dalam struktur sosial yang penuh kesenjangan ekonomi. Komunitas nelayan dengan formasi sosial kemersil semi kapitalis, dengan teknologi modern dan perahu mesin sebagai basis produksi yang dibangun atas relasi pemilik modal dan pekerja telah mewujudkan kesenjangan. Sistem bagi hasil yang berlaku menyisakan derita baru bagi nelayan pekerja dimana 1 orang pemodal dengan bagian sampai 70% dan 30% sisanya untuk sejumlah nelayan pekerja.
Desa Pantai dan Pesisir dengan kontruksi dalam relasi patron klien dan kesenjangan ekonomi yang tajam namun tidak terjadi perlawanan nelayan pekerja dengan pemilik modal. Karena relasi patron klien yang menempatkan ikatan berlapis setetangga, sekerabat, sesahabat, sekomunitas, sepekerjaan yang pertukaran ekonominya seiring dengan pertukaran sosialnya.


- Kelas sosial, gerakan sosial, Negara demokratik
- Bagaimana desa/warga desa memperjuangkan kelas dan formasi sosialnya melalui kesadaran kelas dan daya organisasi diri
- Transformas relasi sosial, pengembangan kekuatan, produksi dan pengembangan kesadaran kelas pada masyarakat desa
3). Teori Post Struktural
- Interpretivistik/konstruktivistik
Dinamika Desa Pantai dan Pesisir dengan implementasi PEMP dan COREMAP sebagai upaya intervensi berbasis pemberdayaan masyarakat bergerak. Desa Pantai dan Pesisir mendapatkan dorongan perubahan melalui program pemberdayaan masyarakat tersebut. Peningkatan kapabilitas dan penguatan kelembagaan lebih menjadi perhatian. Ketika modernisasi teknologi berakhir pengaruhnya, pemberdayaan masyarakat tampil sebagai dorongan perubahan.
Desa Pantai dan Pesisir kemudian mempresentasikan dirinya dalam panggung wacana, Desa Pantai dan Pesisir memiliki kespesifikasian berbeda dari Desa Pantai dan Pesisir yang telah ada. Surga bawah laut, pusat biodiversitas menempatkan Desa Pantai dan Pesisir sebagai alternative pertumbuhan ekonomi. Terjadi perang persaingan pengetahuan dan perjuangan identitas secara sadar melawan hegemoni pengetahuan yang dikontruksi oleh modernitas.
- Makna bahasa/signifikasi
- representasi, wacana, kekuatan pengetahuan
- Komunitas lokas, ornop, seluruh produsen pengetahuan
- Bagaimana desa/warga desa mempresentasikan diri/indentitas dalam kontestasi wacana dan pengetahuan
- Transformasi politik ekonomi atas defines kebenaran dan pluralitas wacana dalam masyarakat desa.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ESTABLISHMENT OF INDIVIDUAL CONSONANCE IN MAKASSAR MUSLIM COMMUNITIES ON CONDOMS THROUGH LOCAL FUNCTION INSTITUTION Adam Badwi, Munadh...